Lihat ke Halaman Asli

Perbedaan Itu Indah

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Kalau saya jadi presiden, saya akan panggil tuh orang NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah, dll. Saya kasih uang 100 juta kepada mereka buat kemaslahatan ummat. Setelah itu saya tanya, kapan kita hari raya? Pasti mereka serempak menjawab, TERSERAH BAPAKLAH." Kontan, perkataan ustadz selepas sholat isya di masjid lingkungan rumah kami itu membuat kami tertawa. Menggelitik memang. Seketika aku ingat dengan video yang pernah kuunduh. Di video itu Pak Jokowi sedang memaparkan keberhasilannya dalam membangun kota Solo. Beliau menjamu orang yang mendemo kantornya. Memberi makanan dan minuman. Kalau beliau mengetahui bahwa besok ada demo, beliau akan menyiapkan makanan dan minuman. Kalau tiba-tiba, beliau memberi snack dan minuman ringan. Mereka yang diawal menyampaikan masukannya dengan memasang mimik muka seram dan mata melotot, setelah itu berangsur-angsur menyampaikan aspirasinya secara santun. Lalu ketika pedagang kaki lima ingin dipindahkan dari lokasi yang dengan adanya mereka disitu membuat tatanan kota terlihat kumuh, beliau mengundang para pedagang tersebut makan malam sebanyak 40an kali. Setelah itu, dia mulai menyampaikan rencananya ingin memindahkan mereka ke tempat yang lebih baik, mereka mau-mau saja, tidak ada perlawanan yang signifikan. Semua bisa dibicarakan dengan baik-baik. Ada strategi-strategi manis untuk mengatasi masalah-masalah yang kelihatannya pelik. Tidak harus  saling menyalahkan. Karena yang dibutuhkan hanya solusi.

Uang bukanlah segalanya. Tapi tanpa uang, orang menjadi sangat sensitif. Lihat saja perbedaan wajah guru ketika diawal dan diakhir bulan. Berbeda, bukan? Tapi tetap saja masih banyak guru-guru profesional di negeri ini, yang mendidik dengan ilmu dan cinta.

Berbeda pendapat itu sah-sah saja. Karena manusia memiliki kemampuan akal dalam menganalisis berbeda-beda. Ada yang berpikir jangka pendek, ada yang jangka panjang. Tidak ada yang salah. Karena masing-masing memiliki argumen yang menurut pemikiran mereka benar. Tapi tidak usah diumbar kemana-mana. Apalagi untuk masalah yang sensitif. Seperti menentukan kapan puasa. Kalaupun berbeda, silahkan. Tidak perlu saling menyalahkan. Tidak perlu mengumbar bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Masyarakat tidak bodoh. Mereka pandai memilih. Dan pilihan itu relatif. Tidak perlu dipaksa. Yang sami'na wa ato'na dengan organisasinya, ya monggo. Yang patuh dan taat ma negaranya ya silahkan. Perbedaan itu indah. Mau ibadah aja kok jadi repot gitu.

Perbedaan itu indah. Dan Allah menyukai setiap keindahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline