Lihat ke Halaman Asli

Mutiara Azny

XII MIPA 1

Frans Kaisiepo Sang Pemersatu Bangsa

Diperbarui: 21 November 2021   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tirto.id

Namanya mungkin terdengar asing bagi sebagian besar orang di Indonesia. Namun, di Papua beliau yang merupakan gubernur provinsi papua yang keempat adalah pahlawan yang tak kenal gentar dalam melawan kependudukan Belanda di tanah Papua. Beliau juga merupakan sosok yang sangat berjasa dalam menyatukan Papua dengan Indonesia.

Kala itu, 10 Oktober 1921, tangisan seorang bayi memecah langit Biak. Seketika itu juga, kebahagiaan dirasakan oleh keluarga Kaisiepo. Mereka dikaruniai anak pertama. Oleh keluarga Kaisiepo, bayi itu diberi nama Frans. Sesuai dengan tradisi di sana, maka ia meneruskan garis keturunan keluarganya dengan menyematkan nama keluarga di belakang namanya.

Frans Kaisiepo, adalah seorang anak yang kelak menjadi penggerak masyarakatnya dalam usaha pengintegrasian Bumi Cendrawasih berpuluh tahun setelah waktu kelahirannya. Ia adalah pahlawan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena telah menyatukan Papua kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Aku lahir dari pasangan Albert dan Alberthina, aku merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Orang tuaku merupakan sepasang suami istri yang memimpin suku ditempat tinggalku.

Sejak muda, ayahku memiliki keterampilan pandai besi yang sangat bermanfaat di berbagai situasi. Ayahku sangat terampil membuat peralatan rumah tangga dan senjata sederhana dari tangan terampilnya.

"Frans, tolong bantu ayah untuk membuat pisau kecil." teriak ayah dari luar rumah.

"Iya ayah, sebentar lagi aku keluar." jawabku.

Aku membantu ayah untuk memotong besi dan membentuknya menjadi pisau kecil. Aku sudah sering membantu ayah membuat berbagai macam barang dari besi. Alhasil, tanganku pun sudah mahir dalam melakukan sesuatu. Mungkin juga karena bakat turunan yang diwariskan dari ayah, membuatku menjadi anak yang cerdas dan tangkas.

Kehidupan keluargaku memiliki kisah yang pedih selang beberapa tahun setelah aku lahir. Tidak lama setelah aku menginjak usia 10 tahun, ibuku meninggal dunia.

Kepergian ibuku di usia yang masih belia, meninggalkan kesedihan yang amat dalam. Seperti jatuh tertimpa tangga, kesedihan itu diperparah lagi dengan meninggalnya ayahku yang tidak berselang lama setelah ibuku meninggal. Sejak kecil, aku sudah menjadi seorang yatim piatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline