Tantangan yang dihadapi umat Islam dewasa ini sebenarnya bukan berupa ekonomi, politik, sosial dan budaya, tapi tantangan pemikiran. Sebab persoalan yang ditimbulkan oleh bidang-bidang eknomi, politik, sosial dan budaya ternyata bersumber dari pemikiran. Dan dari antara tantangan pemikiran yang paling serius saat ini adalah di bidang pemikiran keagamaan. Tantangan yang telah lama kita sadari adalah tantangan internal yang berupa kejumudan, fanatisme, taklid, bid'ah, khurafat dan sebagainya. Sedangkan tantangan eksternal yang sedang kita hadapi sekarang ini adalah masuknya paham liberalisme, sekulerisme, pluralisme agama, relativisme dan lain sebagainya ke dalam wacana pemikiran keagamaan. Makalah ini membahas tantangan eksternal dengan memfokuskan pada makna liberalisasi pemikiran Islam dalam konteks liberalisasi dalam berbagai bidang yang diprakarsai oleh misionarisme, kolonialisme dan orientalisme Barat.
Sebagai akibatnya adalah lambatnya proses ijtihad umat Islam dalam merespon berbagai tantangan kontemporer, lambatnya perkembangan ilmu pengetahuan Islam dan pesatnya perkembangan aktivisme. Sedangkan tantangan eksternal adalah masuknya paham, konsep, sistem dan cara pandang asing seperti liberalisme, sekularisme, pluralisme agama, relativisme, feminism, gender dan lain sebagainya ke dalam wacana pemikiran keagamaan Islam. Sebagai akibat tantangan eksternal yang berupa percampuran konsep-konsep asing ke dalam pemikiran dan kehidupan umat Islam adalah kerancuan berpikir dan kebingunan intelektual. Mereka yang terhegemoni oleh framework yang tidak sejalan dengan Islam ini, misalnya, akan melihat Islam dengan kaca mata sekuler, liberal dan relativistik.
Dampak lebih konkret dari kedua tantangan internal dan eksternal tersebut termanifestasikan ke dalam problem pengembangan sistem ekonomi Islam. Di satu sisi umat Islam kekurangan ulama pakar syariah yang bergiat mengembangkan konsep-konsep ekonomi syariah tapi juga memahami ekonomi kontemporer. Di sisi lain ilmuwan Muslim kini kebanyakan telah diajari disiplin ilmu dan praktik ekonomi konvensional sehingga menolak syariah. Sementara itu praktik-praktik perbankan syariah, takaful, bursa syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya tidak berdasarkan pada kajian ilmiah akademik dan metodologis di tingkat perguruan tinggi. Sebaliknya kajian ekonomi Islam di perguruan tinggi tidak berkembang sepesat praktik-praktik ekonomi perbankan.
Jadi untuk mengembangkan sistem ekonomi Islam umat Islam terhadang oleh kondisi internal umat dan juga tantangan eksternalnya. Dari kedua tantangan tersebut yang akan dibahas di sini hanya tantangan eksternal umat Islam, khususnya tantangan liberalisasi pemikiran umat Islam. Tantangan yang kini sangat gencar disebarkan melalui berbagai media komunikasi dan pendidikan itu ternyata tidak berdiri sendiri. Ia menemukan momentum dan aksentuasinya setelah terjadi drama tragedi 11 September 2001. Sebab saat itulah postmodernisme dan liberalisme menemukan rival sejatinya yaitu fundamentalisme, relativisme menghadapi lawannya yakni absolutisme. Jalan atau cara-cara yang ditempuh untuk penyebaran paham-paham itu adalah misionarisme, orientalisme, dan kolonialisme.
A. Barat dan Islam
Sebelum membahas liberalisme dan liberalisasi ada baiknya dipaparkan hakekat Barat yang menjadi sumbernya dan pada saat yang sama dibandingkan dengan Islam yang menjadi obyek liberalisasi. Barat merupakan peradaban yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat, nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, agama Yahudi dan Kristen yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa. Asas peradabannya adalah rasio dan spekulasi filosofis, bukan suatu agama, pendekatannya dikotomis, sifatnya rasionalitas, terbuka dan selalu berubah, makna realitas dan kebenaran hanyalah terbatas pada realitas sosial, kultural, empiris dan melulu bersifat rasional. Sedangkan Islam bersumberkan pada wahyu hadist, akal, pengalaman dan intuisi. Pendekatannya tidak dikotomis tapi tauhidi. Sedangkan makna realitas dan kebenaran berdasarkan kajian metafisis dengan bantuan wahyu.
Identitas peradaban Barat dapat dilihat dari dua periode penting di dalamnya yaitu modernisme dan postmodernisme. Ringkasnya modernisme adalah paham yang muncul menjelang kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada abad pencerahan, abad industri dan abad ilmu pengetahuan. Zaman itu pun disebut dengan zaman modern. Ciri-ciri zaman modern adalah berkembangnya pandangan hidup saintifik yang diwarnai oleh paham sekulerisme, rasionalisme, empirisme, cara befikir dikotomis, desakralisasi, pragmatisme dan penafian kebenaran metafisis (baca: Agama). Sedangkan postmodernisme adalah gerakan pemikiran yang lahir sebagi protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutannya. Sebab postmodernisme sedikit banyak masih berpijak pada modernisme, yang didominasi oleh paham atau pemikiran liberalisme, pluralisme, nihilisme, relativisme, persamaan dan umumnya anti-worldview. John Lock, salah seorang filosof Barat modern menegaskan bahwa liberalisme, rasionalisme, kebebasan, dan persamaan (pluralisme) adalah inti modernisme.
Periode modern dan postmodern tidak terdapat dalam sejarah intelektual dan peradaban Islam. Pandangan Barat seperti sekulerisme, rasionalisme, empirisme, desakralisasi, pragmatisme, pluralisme, persamaan dan lain sebagainya juga tidak terdapat dalam tradisi intelektual Islam, bahkan paham-paham itu jika dikaji secara teliti bertentangan dengan Islam. Hasil penelitian kumulatif terhadap lebih dari 70 negara yang dianggap mewakili 80 persen penduduk dunia yang dilakukan World Value Survey (WVS) pada tahun 1995-1996 dan 2000-2001, membuktikan bahwa Islam dan Barat memiliki perbedaan nilai yang tajam. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa kultur adalah penyebab perbedaan.
Lebih detail lagi mengenai apa yang disebut kultur sebaiknya kita rujuk paparan Huntington mengenai identitas peradaban Barat, khususnya Amerika sendiri, yang ia sebut dengan America's core culture. Identitas Amerika menurutnya terdiri dari beberapa elemen-elemen penting yaitu Agama Kristen, nila-nilai dan moralitias Protestan, etika kerja, Bahasa Inggris, Tradisi hukum bangsa Inggris, sistim kekuasaan pemerintahan yang terbatas, g) khazanah seni dan sastra, filsafat dan musik yang berasal dari Eropa. Ini masih ditambah dengan kepercayaan bangsa Amerika tentang prinsip-prinsip liberal, persamaan, individualisme, perwakilan pemerintahan dan kekayaan pribadi.
Bahkan lebih spesifik dan parsial lagi Ronald Inglehart dan Pippa Norris menyatakan bahwa perbedaan Islam dan Barat berkaitan dengan kesetaraan gender dan kebebasan seks. Jadi yang terjadi antara Barat dan Islam, menurut mereka adalah benturan peradaban seks (Sexual clash of Civilization). Menanggapi thesis Huntington mereka berkomentar bahwa Samuel Huntington hanya setengah benar. Garis kultural yang memisahkan Barat dan dunia Islam bukan tentang demokrasi tapi seks. Menurut hasil survey terbaru, Muslim dan Barat sama-sama menginginkan demokrasi, namun dunia mereka menjadi terpisah ketika mereka bersikap terhadap perceraian, aborsi, kesetaraan gender, dan hak-hak gay, sehingga hal ini tidak menjanjikan bagi masa depan demokrasi di Timur Tengah.
Di Barat generasi mudanya, dalam soal seks, menjadi semakin liberal, sementara di dunia Islam masih tetap menjadi masyarakat yang paling tradisional di dunia. Jadi agama adalah salah satu elemen dari identitas peradaban Barat, namun yang paling dominan adalah sistim demokrasi, ekonomi, sosial dan pemikiran keagamaan yang liberal. Artinya, Barat secara keseluruhannya kini tengah menganut suatu sistim kehidupan yang disebut liberalisme. Untuk lebih detail mengenai makna liberalisme dijelaskan berikut ini.