Lingkungan Pendidikan sejatinya merupakan tempat yang aman bagi peserta didik dalam menuntut ilmu dan mengembangkan diri, namun kenyataanya tak selalu seperti ini. Beberapa waktu terakhir kasus kekerasan seksual di lingkungan Pendidikan mencuat di permukaan dan memantik kemarahan masyarakat
Pendidikan berperan untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Namun, seiring berjalannya waktu masih ada banyak berbagai permasalahan dilingkungan Pendidikan, salah satu permasalahan yang menjadi sorotan adalah semakin maraknya kekerasan seksual yang terjadi pada lingkungan Pendidikan di Indonesia
kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah seringkali kita dengar, kasus kekerasan seksual di Indonesia memang tidak berhenti terjadi, dari waktu ke waktu dan setiap tahunya pasti ada saja kasus kekerasan seksual baik dilingkungan sekolah, kampus maupun lingkungan luar
Dilansir dari Diamanty Meiliana. (2021, December 10). Data Komnas Perempuan, Pesantren Urutan Kedua Lingkungan Pendidikan dengan Kasus Kekerasan Seksual. Retrieved December 25, 2021, from KOMPAS.com website: https://nasional.kompas.com/read/2021/12/10/17182821/data-komnas-perempuan-pesantren-urutan-kedua-lingkungan-pendidikan-dengan diakses pada 25 Desember 2021, menyebutkan bahwa dilihat dalam laporan komnas perempuan per 27 Oktober 2021, sepanjang 2015-2020 sebanyak 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan Pendidikan yang diterima Komnas Perempuan. Dalam laporan itu, Komnas Perempuan mengatakan bahwa kekerasan seksual paling banyak terjadi di Universitas sebesar 27% dan pesantren menempati urutan kedua setelah universitas dengan angka 19%, 15% terjadi di tingkat SMA/SMK, 7 persen terjadi di tingkat SMP, dan 3 % masing-masing terjadi di TK, SD, SLB dan Pendidikan berbasis agama Kristen.
dilihat dari data diatas, lingkungan Pendidikan memang belum bebas dari kasus kekerasan seksual, karena terjadi kenaikan di setiap tahunnya.
Sangat disayangkan, bagaimana bisa lingkungan Pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk menuntut ilmu dan mengembangkan diri bagi generasi penerus bangsa, tetapi menjadi rawan dan masuk kedalam ruang lingkup kekerasan seksual
Dalam struktur sosial terdapat status dan peran, dosen dan guru memiliki status sebagai tenaga pendidik yang dianggap sebagai panutan, guru dan dosen juga memiliki peran sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing. Potret kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen dan guru tersebut merupakan suatu gambaran bahwa adanya ketidak sesuain antara status dan peran yang terjadi di lingkungan Pendidikan, dimana seharusnya dosen dan guru menjadi seseorang yang membimbing dan memotivasi siswa, justru melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap siswa sehingga otomatis akan membuat siswa mengalami gangguan fisik atau pun psikis. Korban kekerasan seksual akan cenderung mengalami trauma, dimana trauma tersebut dapat menyebabkan depresi sehingga Kesehatan mental korban kekerasan seksual akan terganggu. Ketika korban mengalami kekerasan seksual maka korban akan mengalami depresi dan hal tersebut akan mengganggu proses Pendidikan yang sedang ia jalani. Bahkan bukan hanya depresi, tetapi rasa percaya dirinya hilang dan harga dirinya juga menjadi dampak bagi kekersan seksual
Persoalan ironis yang sekarang kita bisa amati disekitar kita adalah banyak orang-orang yang berpendidikan, dalam artian mereka telah menamatkan Pendidikan di SD, SMP, SMA bahkan isampai perguruan tinggi. Tetapi banyak dari mereka sebagai pelaku dari kekerasan seksual. Sangat disayangkan memang bagaimanabisa hal tersebut terjadi, karena lingkungan sekolah sangat ketat dan ada dibedakan antara perempuan dan laki-laki.
Menurut Foucault bahwa seksualitas bukanlah semata dorongan yang bersifat biologis, namun adalah bentuk perilaku dan pikiran yang ditundukan oleh relasi-relasi kekuasaan yang dijalankan untuk tujuan-tujuan lain di luar kepentingan seksualitas itu sendiri. Kekuasaan inilah seharusnya digunakan sebagai "kontrol sosial", keputusan hukum, hingga pengaturan pemerintah terhadap kebebasan seksualitas pada lingkungan Pendidikan
Merujuk pada pasal 294 ayat2 KUHP bahwa perilaku kekerasan seksual bisa digolongkan sebagai kejahatan
Dalam sosiologi, perihal baik dan buruk tidak dapat dibuktikan. Perilaku yang menjurus pelecehan sebagaimana yang tertera dalam PERMENDIKBUD No 30 Tahun 2021