Lokasi Bantar Gebang sudah ada di hadapan kami. Ini gundukan sampah tertinggi di Indonesia. Bagaimana tidak? Penduduk Jakarta membuang sampahnya di sini 6000 ton perhari. Suasan terik dan debu membuat gundukan atau tepatnya bukit itu berwarna abu-abu. Alat berat pengumpul sampah dan truk truk terlihat seperti mainan.
Rombongan kecil kami perwakilan dari unit Kerohanian kantor Gobel, Bapak Muhammad Syahrial SE dan utusan KARISKA (Alumni Remaja Masjid Sunda Kelapa) bermaksud mencari sesuatu disini. Tak banyak yang tau, di balik tembok penampung sampah yang berbau busuk ini ada aroma harum. Berdiri bangunan setengah jadi, tempat anak-anak dhuafa menimba ilmu.
Dimulai dari geraknya hati seorang hamba Allah, Ustad Abdul Azis di tahun 80-an. Saat bekerja ( Tukang ojeg) ia sering memperhatikan ahlak remaja di sekitar rumahnya yang masih urakan, banyak buang waktu, dan kasar! Keinginannya untuk menolong saudara seiman makin lama makin besar. Akhirnya dengan modal tabungan 600 ribu, dan merelakan 2 ruang kecil bagian dari rumahnya, ia pun berhasil mengumpulkan mereka.
"Jangankan baca Quran, mengucap syahadat saja ada yang salah bu...!" Demikian tutur beliau yang telah banyak berkorban baik materi maupun perasaan. Semua demi menghijrahkan mereka dari kegelapan menuju cahaya ilmu. Meski 2 anaknya terserang penyakit flek paru karna udara dan air yang tak bersih, ia tak punya niat untuk pindah rumah.
Kini bangunan pesantren At-Taubah sudah berdiri. Terlihat megah diantara bangunan sekeliling. Terbukti sudah, hak prerogatif Allah dalam memilih hambaNya untuk meneruskan cita-cita RasulNya. Tak harus berkantong tebal atau berilmu tinggi. Cukup pasang niat, action sedikit sebagai ikhtiar, pada akhirnya Allah juga yang bantu, mencukupi, dan menyempurnakan.
Kalau dipikir, niat disebabkan sentuhan Allah, bisa gerak pun karna modal sehat dari Allah. Seolah dapat pinjaman modal dari Boss, dibantu promosinya, boss yang borong, boss yang kasih bonus!