Lihat ke Halaman Asli

Ke Mana "Si Temon"?

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebetulnya di malam 17 Agustusan kemarin saya merindukan film " Si Temon"  di tayangkan kembali. Televisi-televisi kita dulu sering memutar kembali film-film perjuangan seperti Janur Kuning, Serangan Fajar, Gadis di Tapal Batas, dan lain-lain yang membuat rasa kebangsaan terasah kembali.

Entah apa alasannya, film-film itu tak lagi ditayangkan. Baiknya berkhusnuzon saja, mungkin sudah banyak film yang rusak, belum mengalami perawatan seperti film "Nagabonar" yang bisa dinikmati lagi, daripada berfikir bahwa media kita sudah dikuasai asing yang berusaha melunturkan rasa kebangsaan kita.

Namun ada pengganti yang sempat menyentuh rasa itu, pada saat  Bapak Presiden Bambang Yudoyono menyampaikan pidato akhirnya. Kata permintaan maaf beliau  pada rakyat, menimbulkan rasa kebangsaan dan kebanggan. Paling tidak kurun 10 tahun ini dapat tenang hidup bermasyarakat. Senang bisa lihat para koruptor akhirnya bisa terjangkau tangan hukum.

Disadari atau tidak,  ada rasa penyesalan bila menilik kembali kehadiran pemimpin-pemimpin kita selama ini.  Demokrasi tanpa batas membuat  masyarakat kita terlalu bebas menilai dan bersuara. Ada saja celah untuk mencela dari hal-hal kecil hingga besar. Misalnya soal hobby beliau mengarang lagu, istrinya yang hobby fotography, atau tentang keluarganya dan lain-lain.

Celaan-celaan itu redup oleh keseruan dan membumbungnya 2 nama calon presiden pada masa Pilpres kemarin,  tak sedikit yang terlupa bahwa presiden kita MASIH Pak SBY.

Saling lempar cerca memenuhi media sosial dari hari ke hari, saling fitnah susul menyusul seperti siang dan malam. Dan saat itulah...baru terasa ketenangan  beliau seperti air sejuk yang  patut disyukuri.

Sampai-sampai ada rasa takut bila keputusan Mahkamah Konstitusi turun dan mengecewakan sebagian pihak, lalu timbul ketidak amanan, lebih baik ada waktu  tambahan saja untuk beliau hingga keadaan tenang.

Semoga tidak demikian. Kemeriahan pesta  17 Agustus kemarin diharap dapat menyatukan hati kembali dari 2 kubu. Presiden yang terpilih harus di hormati agar bangsa ini punya citra yang baik dimata dunia.

Jangan sampai Tuhan turunkan pemimpin yang zalim dulu, baru kita mensyukuri pemimpin-pemimpin terdahulu.

Iraq pernah dipimpin lama oleh seorang diktator Saddam Hussein, tapi rakyat  bahagia menikmati hasil kekayaan minyak negerinya. Sandang pangan dan papan tak jadi masalah.

Setelah "Asing" masuk berdalih senjata kimia milik Iraq dan tak terbukti sampai sekarang, lihat apa jadinya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline