Lihat ke Halaman Asli

Surat untuk Surti

Diperbarui: 6 September 2020   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu masih terlalu dini disebut pagi, sebab mentari pun belum muncul di peraduannya. Desir angin  menggoyangkan dedaunan membuat bulir embun jatuh dari punggungnya. pada pagi yang belum sempurna itu seorang lelaki dengan rambut gondrong yang mungkin sudah lama tidak bertemu dengan air dan sampo tengah berjalan menelusuri lorong sempit dan sedikit becek sebab tadi malam baru saja di guyur hujan. Ia berjalan dengan perasaan was - was  sambil sesekali menengok kiri dan kanan barangkali ada yang membuntutinya. Setelah berjalan agak lama, tibalah ia disebuah rumah yang sederhana dengan cat berwarna putih usang. ia mengetuk pelan pintu rumah tersebut dan setelahnya keluarlah seorang wanita yang masih cukup muda dan wanita itu adalah surti, istri dari lelaki tersebut

ia menyambut kedatangan suaminya itu dengan wajah sumringah namun sorot matanya tak henti mengamati keadaan sekitar.

"tak berbahaya kah jika kau pulang kerumah?"

"aku sengaja pulang kerumah pagi - pagi sekali untuk meminimalisir bahaya yang bisa kapan saja mengancam"

 "masuk dulu mas, kita berbincang saja di dalam takut ada yang melihat kedatanganmu. sekarang keadaannya makin kacau mas, semakin sulit membedakan mana kawan dan mana lawan.

 Lelaki itu pun masuk ke dalam rumah dan  mengamati keadaan rumahnya yang masih sama seperti saat ia pertama kali meninggalkan rumah itu. "mau kopi mas?"tanya isterinya sembari menuju ke arah dapur

 "mau, seperti biasa ya jangan terlalu banyak gula".

Setiap bagian dari rumah tersebut tidak lepas dari pengamatannya dan ia terpaku memadang suatu bagian, bagian itu merupakan kamar tidur buah hatinya. lantas ia menuju sebuah kamar yang tidak terlalu luas lalu ia sibakkan tirai yang menutupi pintu dan ia berjalan perlahan menuju kamar tersebut lalu dilihatnya kedua anaknya yaitu senjani dan arimba yang tengah tertidur dengan pulasnya, dielusnya dahi kedua anak tersebut dan dari kejauhan isterinya melihat pemandangan yang mengiris hati itu dengan air mata yang tertahan di pelupuk matanya

"kau rindu rimba dan jani mas?"

Lelaki itu tidak menjawab, ia hanya diam saja sambil tetap memperhatikan wajah kedua anaknya tersebut

"mas, ada yang ingin kubicarakan denganmu" 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline