Lihat ke Halaman Asli

Mutia AH

Penikmat Fiksi

Bukan Cerita Fiksi Semata, Anak-anak Putus Sekolah Ada di Sekitar Kita

Diperbarui: 7 Mei 2023   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teknologi semakin maju dan berkembang. Bahkan dengan adanya internet dunia seakan dalam genggaman. Ironisnya di jaman sekarang ternyata masih ada anak-anak yang putus sekolah dengan berbagai alasan dan dari bermacam latar belakang.

Ketika saya masih SD dulu, kerap wara-wiri iklan di televisi tentang wajib belajar sembilan tahun. Hingga semakin ke sini, pendidikan sembilan tahun bukan hal wajib tetapi wajar sembilan tahun, yang artinya mengenyam pendidikan selama sembilan tahun adalah hal yang umum didapatkan. Setidaknya itu yang ada dalam pemikiran saya.

Namun ternyata sampai sekarang juga masih banyak anak-anak yang putus sekolah. Tidak jauh ke mana-mana tetapi di lingkungan tempat tinggal saya sendiri.

Telah saya singgung dalam artikel sebelumnya, cerita tentang anak-anak putus sekolah di lingkungan sekitar. Namun sebenarnya, cerita itu bukanlah cerita fiksi semata. Karena diangkat dari kisah nyata yang terjadi di lingungan dan kehidupan saya sendiri.


Berbicara tentang anak putus sekolah mengingatkan saya akan Siti (bukan nama sebenarnya) teman waktu di pesantren dulu. Pesantren tempat saya dulu bukanlah pesantren pada umumnya dilihat dari para santri-santrinya. 

Biasanya santri seusia dengan anak-anak sekolah dari usia SD, SMP dan SMA. Namun di tempat saya ini, para santri merupakan para pekerja (karyawan) yang tentu saja usianya lebih dari sembilan belas tahun, yang kebanyakan lulusan SMA. Meskipun tidak semuanya karena ada sebagian kecil yang merupakan siswa sekolah. Karena mengikuti jejak kakaknya yang merantau dan memilih bekerja sambil nyantri.

Dari sekian banyak santri ada salah seorang yang saya singgung di atas. Waktu itu ia masih berusia enam belas tahun. Jika bersekolah, mungkin ia baru kelas satu atau dua SMA. Namun sayangnya ia tidak bersekolah, ia hanya sekolah sampai kelas enam SD saja.


Bukan karena orang tua yang tidak mampu tetapi ternyata memang di daerah tempat tinggalnya budaya patriarki masih sangat kuat. Bukan hanya Siti yang mengalami putus sekolah, masih banyak anak-anak lain yang mengalami hal serupa. 

Akibatnya banyak perempuan berusia muda yang menyandang gelar janda kembang, korban dari perjodohan. Salah satu korban Broken home itu sendiri adalah keponakan Siti, sebut saja bernama Fatih. Usia ibu Fatih sendiri masih belia hanya lebih tua sedikit dari Siti.

Bagaimana nasib Fatih? Saat ini Fatih tinggal di pesantren setelah bermacam drama. Ia sempat ikut ibu kandungnya, kemudian bersama ayah dan ibu tirinya. Ternyata ayahnya juga kemudian bercerai untuk kedua kalinya. Kemudian menikah lagi hingga sekarang. 

Bisa dibayangkan bagaimana kondisi psikologis Fatih? Sekarang usianya baru lima belas tahun. Ia sama sekali tidak punya ijazah formal. Namun Alhamdulillah Fatih sudah betah di pesantren tempatnya sekarang. Mungkin karena sebagian besar santrinya mempunyai latar belakang yang tidak jauh berbeda yaitu tidak bersekolah formal. Meskipun alasan san penyebabnya berbeda-beda. Hal ini menurut penuturan ayah Fatih, sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline