Untukmu kekasih
di
Ruang rindu
Su,
Lama aku berpikir sebelum menulis apa yang tersimpan dalam hati. Ada ribuan alasan mematahkan keinginan untuk mengungkapkan rahasia yang tersimpan.
Meski kecil harapan untuk menerima balasan. Bahkan, jika dibaca surat ini olehmu, itu adalah sebuah keberuntungan. Aku tak akan menyesal menulis surat untukmu yang tersayang.
Jika nanti jari-jariku pegal karena menggoreskan perasaan terlalu dalam. Ijinkan aku istirahat dan memeluk bayanganmu dalam angan. Sejenak saja memilikimu, suatu kebahagiaan tak terlukiskan.
Namun itu dulu. Kini masa telah berganti. Secara tak terduga, bulan jatuh di atas kepalaku. Kau yang selama ini, kupandang dari kejauhan. Datang mendekat, lalu mengungkapkan rasa dan menginginkan aku tuk membalas. Tentu, aku menerima hadirmu dengan suka cita. Meski tak terkata. Dengan bersandiwara untuk membungkus hati yang berubah menjadi taman bunga. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kau yang didamba menyimpan rasa yang sama.
Su
Kita yang dulu malu mengungkap rasa, kini telah saling terbuka. Hingga tak terasa satu dasawarsa kita arungi bahtera bersama. Aku bahagia.
Su
Malam telah melewati angka dua belas saat aku terjaga. Kau tak ada di sampingku. Bantal dan selimut ini telah dingin menunggumu berbaring. Kau masih terjaga duduk terkantuk-kantuk di ruang tengah.
Su
Aku tidak akan menanyakan kabarmu seperti kebanyakan surat pada umumnya. Karena hanya melihat dari kejauhan, mata memerah dan kepalamu sesekali terangguk-angguk cukup menjadi jawaban kau tengah lelah. Namun kau masih bertahan demi menyelesaikan setumpuk pekerjaan agar mendapat tambahan uang belanja bulanan.
Su
Aku yang paling tahu bagaimana dirimu. Arti senyuman, tatapan juga gestur tubuhmu dalam setiap gerakan.
Butir-butir keringat di kening, meluncur dan pecah di bahu adalah bukti seberapa keras kau berusaha membahagiakan. Meski tiada emas permata yang kau beri, tetapi saat jungkir balik kau berusaha menafkahi adalah bukti pertanggung jawaban.
Su
Pernah aku marah, jengah dan lelah atas kehidupan yang terasa tidak adil. Kemudian kutemukan bahwa kau adalah penyebab semua penderitaan.
Namun, kau justru tersenyum menerima segala tuduhan. Kau merengkuhku dalam pelukan dan mengajarkan kesabaran. Hingga aku luluh, pasrah dan kita menjadi saling menguatkan.
Su
Masih ingatkah waktu itu? Saat kita terjebak pada situasi tak enak. Dalam mobil sempit, nyaris kita terjepit. Namun dengan egois aku meluruskan badan dan kaki. Tak peduli kau kesusahan menopang, aku tertidur pulas di pangkuan. Kau juga tak mengeluh tentang pegal-pegal di tubuh. Itu hanyalah contoh kecil bagaimana kau memperlakukanku sebagai ratu.