"Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam beribadah, dan meyakini bahwa Allah itu sesembahan yang benar dan tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, juga seluruh jenis peribadatan harus diikhlaskan untuk Allah, dan segala jenis peribadatan itu harus dinafikan dari selain Allah."
—Muhammad bin Abdul Wahhab
Ideologi Wahhabisme yang dinisbatkan kepada pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab memiliki andil yang cukup besar dalam praktik keislaman oleh beberapa ormas di Indonesia. Kelompok yang terpengaruh gagasan ini gencar melakukan ekspansi demi mengkampanyekan ide-ide Wahhabisme secara masif, terstruktur, dan sistematis—melalui pemanfaatan internet maupun media cetak berupa buku hingga majalah. Dengan misi mulianya mengembalikan Islam yang bersistem kepada Al-Qur'an dan Sunnah, bukankah sudah cukup layak jadi 'sesuatu' yang bisa kita, umat muslim, untuk mempelajari dari ceruk hingga cangkang pengetahuan dan ajarannya?
Hadir di tengah pandemi Covid-19, buku setebal 834 halaman ini turut memperkuat slogan baru tanah air: di rumah aja—baca buku! Menariknya, buku ini membawa konteks yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan di ranah publik, Sejarah Lengkap Wahhabi; Perjalanan Panjang Sejarah, Doktrin, Amaliah, dan Pergulatannya (Maret, 2020) cukup membangkitkan selera 'makan' kita sebagai umat Islam—mengingat timbulnya pro dan kontra terhadap ideologi yang muncul sejak permulaan abad ke-19 ini. Pergulatan pemikiran hingga pertumpahan darah menjadi saksi bisu betapa ideologi Wahhabisme cukup mengguncang khasanah Islam di Arab Saudi saat itu. Hingga ke berbagai negara di dunia turut menulis kritik dan pembelaan terhadapnya.
Sebagai contoh, buku ini berbeda dengan Menolak Wahhabi karya KH. Muhammad Faqih Maskumambang menerjemahkan kitab An-Nushush Al-Islamiyyah Fi Radd Al-Wahhabiyyah, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi oleh Syaikh Idahram, Bersikap Adil Kepada Wahabi karya A.M. Waskito. Secara kasat mata, buku ini tampil dengan judul maupun sampul putih yang mengesampingkan justifikasi atas ajaran-ajaran Wahhabi. Sejarah Lengkap Wahhabi—buku ini memberikan celah pembaca untuk tidak terburu-buru menyimpulkan makna Wahhabi yang termaktub di dalamnya.
Dalam pengantar, KH. Chasan Abdullah selaku Katib Syuriyah PWNU Yogyakarta telah menyebutkan sekilas perihal ketegangan kultural yang terjadi disebabkan metode dakwah kaum Wahhabi yang cenderung mengkafirkan dan menuduh bid'ah-sesat antar sesama muslim ketika tidak berpedoman hanya pada Quran dan Sunnah. Sampai di sini, kita dapat membaca alur pikir 'NUsantaraisme' versus Wahhabisme yang keduanya mengklaim diri sebagai Ahlussunnah wal Jama'ah. Mungkinkah terjadi talibanisasi di antara keduanya?
Penulis "Sejarah Lengkap Wahhabi", Nur Khalik Ridwan, diketahui sebagai seorang aktivis PMII serta berkiprah mendirikan Jama'ah NU Yogyakarta—sejak kecil menempuh pendidikan agama di langgar dan pesantren, dalam beberapa pembahasan menunjukkan penolakan terhadap konsep Muhammad bin Abdul Wahhab yang tidak memberikan ruang atas adanya perbedaan pemahaman di kalangan kaum muslim. Dan, kita akan segera tahu, dalam praktiknya, NU tampak sangat berseberangan dengan gagasan Wahhabisme ini.
Silakan buka halaman 134, tepatnya pada dua paragraf terakhir. Di sana, penulis menanggapi pandangan Wahhabi tentang istighasah dan isti'adzah—yang menurut Muhammad bin Abdul Wahhab adalah syirik dengan retorika yang menggebu.
"Muhammad bin Abdul Wahhab memandang orang yang memohon kepada selain Allah mutlak syirik, karena permohonan ini dianggap ibadah. Kalau demikian, lalu bagaimana orang yang pergi ke dokter dan meminta dokter untuk mendiagnosis dan memberikan obat yang bisa menyembuhkan? Bagaimana juga kalau orang meminta kepada penguasa untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat?"
Bukan hanya itu, penolakan secara total oleh Wahhabi terhadap sufisme menjadi gerakan yang tidak memanfaatkan aspek olah rohani sebagai jalan dakwah, karena jalan dakwah mereka ialah melalui pedang dan kekuasaan. Sekali lagi, jalan dakwah mereka ialah melalui pedang dan kekuasaan.