Lihat ke Halaman Asli

Mutia Asyura

mahasiswa

Erupsi Gunung Marapi: Mahasiswa Psikologi UNAND Berikan Psikoedukasi "Manajemen Resiko Bencana" kepada Beberapa Relawan Terkait

Diperbarui: 9 Januari 2024   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Gunung Marapi di Sumatra Barat yang berstatus waspada tiba-tiba menunjukkan aktivitas erupsinya kembali pada Minggu (03/12/2023) sekitar pukul 14.30 WIB yang ditandai dengan terdengarnya bunyi dentuman. Gunung Marapi merupakan gunung berapi paling aktif di Sumatra dengan ketinggian 2.891 mdpl. Kejadian erupsi tersebut tidak didahului oleh peningkatan gempa vulkanik yang signifikan sehingga menyebabkan banyaknya korban jiwa yang ditimbulkan dari bencana erupsi Gunung Marapi.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh 7 mahasiswa dari Program Studi Psikologi Universitas Andalas sebelumnya (21/12/2023) terhadap 2 orang anggota tim relawan korban bencana erupsi Gunung Marapi berinisial D dan F menyatakan bahwa kondisi lingkungan sekitar dan jalur pendakian Gunung Marapi dipenuhi dengan abu vulkanik sehingga proses penyelamatan terbilang sulit. Dari kejadian tersebut, banyak ditemukan korban dengan berbagai kondisi yang memprihatinkan.

Dampak dari peristiwa bencana erupsi Gunung Marapi tidak hanya menimbulkan luka fisik terhadap korban, namun trauma atau luka batin yang mendalam juga dirasakan. Korban bencana alam mungkin akan terbayang peristiwa itu dengan jelas yang mengakibatkan rasa cemas, gugup, kewalahan, atau sedih yang mendalam, terutama bagi korban yang ditinggalkan oleh teman-temannya. Oleh karena itu, perlindungan korban bencana alam tidak hanya terkait dengan penyembuhan fisik, tetapi yang tidak kalah penting adalah penanganan luka trauma akibat bencana alam.

Dalam hal ini, mahasiswa dari Program Studi Psikologi Universitas Andalas pada (07/01/2024) berusaha membantu tim relawan bencana alam erupsi Gunung Marapi dengan memberikan psikoedukasi mengenai manajemen resiko bencana yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan cara agar tetap bisa bertahan dalam situasi bencana. Psikoedukasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan individu dalam mencegah munculnya gangguan psikologis di suatu kelompok, komunitas, atau masyarakat.

Psikoedukasi bukan merupakan pengobatan, namun merupakan suatu terapi yang dirancang untuk menjadi bagian dari rencana perawatan secara holistik. Dengan adanya pemberian psikoedukasi diharapkan para tim relawan dan korban bencana alam erupsi Gunung Marapi mampu melakukan hal-hal yang dapat dipersiapkan ketika bencana terjadi serta mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline