Lihat ke Halaman Asli

Dodi Muthofar Hadi

Manjadda Wajadda

Suasana Romantis di Padepokan Al-Furqon

Diperbarui: 21 Oktober 2015   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita sebelumnya

Cerita selanjutnya

Dodi bertanya-tanya dalam hati, sambil berlari kecil di atas treadmill, kenapa bisa wati mereferensikan untuk bertemu Hadi? Pertanyaan itu coba dia ingin tanyakan nanti saat ketemu Hadi. Setelah selesai 10 menit di treadmill, kemudian dia press body dengan barbel yang dia mampu. Setelah hampir 1 jam berpindah-pindah alat dan merasakan lemak ditubuhnya sudah cukup terbakar, dia mulai keluar dari gym itu. Sementara wati dah dari tadi sudah tidak ada di situ lagi, mungkin dia sudah menemukan nasabah barunya dengan pembiayaan baru untuk nasabahnya itu.

Hari ini , sehari setelah pertemuannya dengan Wati rencana akan menelpon Hadi, dan mencari keberadaan Agus. Setelah selesai menelepon Sheih Hadi, dan berhasil mendapatkan alamat Agus mereka mendapatkan kesepakatan untuk ketemu pada Hari Sabtu pagi sampai siang di Padepokan Al Furqon di Tangerang.

Hari demi hari Dodi isi dengan fitnes, selesai dengan aktifitas ngegym hari Jum’at itu, Dodi biasanya mandi dan nongkrong di depan laptop atau nonton TV. Tapi berhubung hari Jum’at, dia bergegas mandi dan pergi menunaikan Ibadah Jum’at di masjid dekat rumahnya Tebet Jakarta Pusat. Habis sholat Jum’at dia sempatkan untuk berziarah kemakam, kemudian makan siang dan nonton TV. Apesnya kalau dah nonton TV kadang TVnya yang nonton dia tidur. Apalagi setelah fitnes, badannya capek dengan suasana siang yang panas, sehabis sholat Jum’at, maka dia akan terbangun saat adzan ashar memanggilnya untuk sholat ‘Ashar.

Dari satu kelas seangkatan dia di kampusnya Dodi mungkin satu-satunya yang masih sendiri dan masih belum menikah. Mereka adalah mahasiswa angkatan 1997 namun tahun lulusnya berbeda-beda. Hadi termasuk yang tercepat lulusnya, dengan predikat “ a summa cum laude graduate” , di tahun ke-4 Wati yang lulus, kemudian di tahun ke 5 Agus lulus, dan di tahun ke 6 Dodi baru lulus.

Dodi masih merasa gak enak sudah merepotkan Wati. Kenapa harus bilang Wati bahwa dirinya tidak jadi ambil job itu. Tapi nasi sudah jadi bubur, setelah sholat Ashar dia bergegas ke Tangerang. Dia berencana menemui Sheih Hadi sekalain sholat malam di sana. Sebab di sana setiap malam Sabtu dan Minggu di 1/3 malam terakhir selalu melaksanakan sholat malam berjamaah. Surat yang dibacapun panjang-panjang, maklumlah disanakan Padepokan Tahfidz Quran. Pada setiap rakaat pertama dibaca 1 juz dari Al Quran kemudian diulangi ½ juz nya di rakaat ke dua. Dodi meski belum terbiasa sholat dengan bacaan Al Quran yang panjang seperti itu, namun dia merasa suka mengikutinya. Sebagai sebuah romantisme tersendiri saat berada di lingkungan para calon hafidz, dan mengikuti sholat malam bersama mereka.

Kesempatan itu juga akan dia gunakan untuk bertanya sama Sheih Hadi, bagaimana bisa Wati yang notabene bukan aktifis SKI dan berjilbab juga setelah lulus kuliah bisa mereferensikan sheih Hadi kepada dirinya. Dodi memang gak banyak tahu bahwa mereka berdua sebenarnya bukan teman akrab, hanya Wati adala teman akrab istrinya Hadi. Mereka bertiga Dodi, Wati dan Hadi satu kelas hanya dalam semester2 awal. Maklum mata kuliah setelah semester atas MK yang mereka ambil sudah beda, Dodi jatah SKSnya per semester hanya separuhnya saja dan yang lainnya selalu full.

Meski demikian Sheih Hadi bukanlah orang yang sombong, bahkan dia tetap rendah hati dengan pencapaiannya sebagai aktifis dakwah dan juga peraih predikat summa cum laude. Dodi suka dengan kesederhanaan Sheih Hadi itu meskipun dia sembunyikan. Dia cenderung bersikap sama ke semua teman-temannya, tidak ada yang dianggapnya spesial. Secantik apapun, sepintar apapun, atau sebaliknya sekalipun bagi Dodi adalah sama teman gue, kata orang Jakarta.

Suasana pedesaan yang asri, banyak ladang persawahan dikanan kiri jalan menambah pemandangan menjadi tak berujung hingga bertemunya langit dan bumi. Di ujung persawahan yang nan luas itu seolah-olah langit yang berwarna biru itu ditarik oleh bumi dan bersatu dalam titik pandang yang sama. Namun di saat melihat ke arah utara jalan maka akan terlihat ada gunung menjulang seolah-lah menyentuh awan yang putih di langit.

Pada hari Jum'at sore itu seorang laki-laki berperawakan sedang sedang bersepeda ke arah timur menuju sebuah padepokan yang berada di ujung jalan. Tepat di ujung jalan itu berdiri sebuah gapura yang bertuliskan PADEPOKAN AL FURQON. Ponpes itu berdiri tepat di pertigaan ujung jalan, sehingga jalan itu setelah berujung di gapura ponpes, membelah menjadi dua arah yakni ke kanan (selatan) dan ke kiri (utara).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline