Seperti yang diketahui, transaksi jual beli adalah bagian dari ekonomi Islam. Akad jual beli sah apabila ia memenuhi beberapa syarat,
Akad jual beli yang sah harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli, barang yang jelas, dan harga yang pasti. Saat ini di era digital, banyak transaksi jual beli yang dilakukan lewat online. Bagaimanakah jual beli yang dilakukan secara online ini menurut Fikih Muamalah?
Menurut saya, prinsip-prinsip dasar akad jual beli dalam Islam tetap bisa diterapkan pada transaksi online, meskipun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak menyalahi aturan syariat.
1. Kesepakatan antara Penjual dan Pembeli
Kesepakatan adalah kondisi dimana hasil dari jual beli dapat diterima oleh pelaku. Ridh, dalam ilmu muamalah yang bisa diartikan sebagai persetujuan, walaupun keduanya tidak bertemu tetapi kesepakatan tetap dapat terjadi pada saat kedua pihak menyadari kesepakatan tersebut, contoh dalam pertukaran online dengan melakukan klik "beli'' atauperbedaan ketentuan dan syarat pembelian maka transaksi dapat berlaku selama kedua belah pihak tidak berada dalam keadaan terpaksa ataupun kecurangan.
Contohnya: Seperti ketika kita membeli produk di marketplace, kita klik tombol beli setelah memilih barang yang diinginkan dan setuju dengan harga serta syarat yang ada. Jika kita sudah memberikan persetujuan tersebut, berarti kita sudah melakukan akad jual beli yang sah.
2. Kejelasan Barang yang Dijual
Ada beberapa syarat dalam Islam untuk transaksi dagang, salah satunya barang yang dijual harus jelas terhadap kedua belah pihak. Barang yang diperdagangkan haruslah halal dan muni dipakai secara wajar untuk tujuan tertentu, termasuk untuk barang transaksi online. Deskripsi barang pada barang online harus jelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman diantara kedua belah penjual dan pembeli. Hal yang dimaksud dengan jelas, baik gambar, kualitas, dan spesifikasi sudah harus sesuai di dalam janji yang disampaikan. Yaitu, legalitas barang yang dijual harus jelas, bahwa barang yang dijual adalah barang halal, bukan barang najis dan bertepatan dengan ajaran Islam serta "adat warisan".
Contohnya: Jika kita membeli handphone secara online, penjual harus memberikan informasi yang jelas mengenai merek, model, spesifikasi, serta kondisi barangnya, apakah baru atau bekas. Jika penjual tidak memberikan informasi yang jelas, bisa jadi transaksi tersebut menjadi batal atau tidak sah.
3. Harga yang Jelas dan Tidak Mengandung Unsur Gharar
Gharar adalah ketidakpastian yang dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Dalam transaksi online, harga yang disepakati antara penjual dan pembeli harus jelas dan tidak ambigu. Misalnya, dalam sistem online, kita harus tahu harga yang tertera sudah termasuk pajak, ongkos kirim, atau biaya lainnya. Ketidakjelasan mengenai harga bisa menyebabkan kerugian atau ketidakadilan, yang tentu saja tidak dibenarkan dalam Islam.
Contohnya: Saat membeli barang di toko online, jika harga barang tertulis Rp 500.000, maka kita harus mengetahui apakah itu harga sudah termasuk ongkos kirim atau masih harus ditambah biaya lainnya. Jika harga yang tertera tiba-tiba berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya, maka hal itu bisa dianggap sebagai transaksi yang tidak sah menurut Fikih Muamalah.