Lihat ke Halaman Asli

Biarkan Aku

Diperbarui: 1 Mei 2016   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Biarkan aku bernafas, ketika batas-batas telah terhempas. Mencapai detik-detik yang telah terlalui. Hinggap pada waktu-waktu yang telah berlalu. Berhenti sejenak pada keadaan lelahku. Hingga kuputuskan kembali untuk menghembuskan udara yang telah ku hirup. Maka biarkanlah aku begitu....

Biarkan aku melihat, ketika waktu subuh telah berlalu. Mentari telah menyapa mataku yang sayu. Burung-burung yang terbang dengan begitu merdu, berkicau seraya mengepakkan sayap-sayapnya. Cahaya yang mengenai kulitku begitu silau sehingga menghabiskan waktu gelapku. Hingga akhirnya ku membuka mata indahku. Maka biarkanlah aku selalu begitu....

Biarkan aku terbangun, ketika telah lama aku terpejam. Bermimpi pada malam-malam yang telah sunyi. Berbaring di atas perayaan dan penghargaan atas semua mimpi. Terperanjat dari tempat aku bersemedi. Hingga telah kucapai semua mimpiku dalam nyata. Maka biarkanlah aku terus begitu....

Biarkan aku melangkahkan kaki, ketika aku telah bosan dengan kata lelah. Menginjak harapan yang telah lama ada di dalam angan. Berlari pada tempat-tempat bersemayamnya mimpi. Menginjak mimpi-mimpi hingga enggan untuk menepi melawan angan-angan dan harapan hingga mereka bosan melawan. Hingga akhirnya aku bosan untuk bernafas. Maka biarkanlah aku menjadi begitu....    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline