Lihat ke Halaman Asli

Renungan Akhir Tahun: Ketika Pezina Menjadi Idola

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12938653741800224041

[caption id="attachment_82508" align="alignnone" width="558" caption="kompas/banar fil ardhi"][/caption] Tahun 2010 segera kita tinggalkan dengan banyak keprihatinan. Salah satu di antara yang menonjol adalah menurunnya standar moral di kalangan masyarakat. Perilaku maksiat merebak di mana-mana dan dilakukan oleh segala macam kalangan, dari pejabat tinggi negeri hingga anak-anak sekolah yang masih bau kencur. Ikon penting fenomena ini adalah kasus beredarnya video mesum vokalis band Peterpan Nazriel Irham (biasa dikenal dengan Ariel) dengan bintang film Luna Maya serta presenter Cut Tari. Fenomena yang menarik untuk diamati dari sejak terungkapnya kasus ini adalah adanya kecenderungan meningkatnya sikap permisif masyarakat terhadap perilaku-perilaku yang pada masa dahulu dianggap tabu. Pada masa orang tua atau kakek kita dulu, bila ada seorang laki-laki dan seorang perempuan yang belum terikat tali pernikahan terlihat berjalan berduaan bisa menjadi pergunjingan masyarakat sekitar. Saat ini, jangankan sekedar bergandengan tangan, berciuman mesra di depan umum pun sudah berani dilakukan oleh banyak orang. Bahkan, tidak sedikit yang dengan santai dan terbuka menjalani hidup bersama tanpa nikah hingga beranak-pinak. Sikap permisif masyarakat atas perilaku amoral juga tampak jelas terlihat dari kasus Ariel Peterpan-Luna Maya-Cut Tari. Saat Ariel ditahan di Rutan Mabes Polri, para penggemarnya rajin berdatangan mengelu-elukannya. Saat sidang pertamanya digelar di Pengadilan Negeri Bandung, puluhan penggemarnya ikut hadir untuk menyatakan sokongan. Mereka terlihat membawa spanduk yang memberikan dukungan kepada kekasih Luna Maya itu. "Free For Ariel" adalah bunyi tulisan pada spanduk yang dibawa mereka. Sebelumnya, sekitar 50 orang fans Ariel juga berkumpul untuk menggelar doa bersama di Rutan Kelas I Bandung Kebon Waru di Jalan Jakarta. Fans Ariel itu sebagian bahkan datang dari Jakarta dan berbagai daerah lain di Indonesia. Apabila Anda menduga bahwa para penyokong Ariel yang cederung meremehkan masalah moralitas hanyalah kalangan ABG, Anda salah besar. Ternyata, tak sedikit juga kelompok usia dewasa yang tetap mendewa-dewakan Ariel, seolah tak pernah terjadi kehebohan video porno yang telah menyeret beberapa orang ke meja hijau. Pada sidang ketiga, misalnya, seorang ibu hamil menemui Ariel yang sedang menunggu sidang dimulai di ruang tahanan. Ia begitu sumringah setelah perutnya diusap-usap oleh sang vokalis dari Bandung tersebut. Pada masa dahulu, seorang ibu yang tengah hamil biasanya justru malah akan berharap anak dalam kandungannya akan terjauhkan dari nestapa serupa sembari mengusap-usap perutnya sambil berucap, "amit-amit jabang bayi..." Seorang nenek berusia 60 tahun juga diwartakan pernah datang untuk memberikan dukungan serupa. [caption id="attachment_82511" align="alignnone" width="563" caption="vivanews/muhammad solihin"]

12938659071212265281

[/caption] Sikap sebagian kalangan yang seolah tak peduli dengan perilaku Ariel ini tentu sangat memprihatinkan, terutama bila mengingat betapa buruk dampak yang telah ditimbulkannya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), misalnya, mencatat tidak kurang dari 59 anak telah menjadi korban video porno Ariel-Luna Maya-Cut Tari. Itu baru jumlah korban yang telah melapor kepada KPAI. Berapa banyak korban lain yang tidak melapor kepada KPAI? Jumlah ini pun dipercaya akan terus bertambah banyak. Memang, tidak dapat dimungkiri bahwa Ariel, Luna Maya, maupun Cut Tari telah mendapatkan sanksi sosial yang tidak ringan dari masyarakat. Namun, sikap dan perilaku para penggemar mereka yang secara demonstratif tetap memuja para idolanya tersebut sungguh melukai dan memiriskan hati. Tentu saja, daftarnya akan panjang bila kita mencoba mendata faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya sikap permisif masyarakat terhadap perilaku moral yang menyimpang tersebut. Salah satu yang penting untuk disorot adalah peranan media yang acapkali tidak cerdas apatah lagi bijaksana, hanya karena pertimbangan bisnis semata. Salah satu contoh yang berkaitan dengan hal ini adalah apa yang pernah dilakukan oleh Trans7 dalam tayangan acara Bukan Empat Mata . Dalam sebuah episodenya, acara yang digawangi oleh komedian Tukul Arwana itu mengundang Sheila Marcia Joseph, Anji "Drive", serta bayi buah perzinaan mereka berdua. Trans7 seolah-olah menutup mata dan tak peduli bahwa Sheila Marcia telah dua kali mendekam di dalam penjara karena narkoba, dan bahwa bayi yang dibawanya itu dilahirkan di luar pernikahan. Tidakkah stasiun televisi itu khawatir bahwa undangan tampil pasangan tersebut akan dapat memberi pesan yang salah, khususnya kepada generasi muda, bahwa tidak ada yang keliru dengan hubungan seks sebelum menikah, dan bahwa tidak ada yang salah dengan melahirkan anak tanpa ikatan pernikahan. Apalagi, Tukul pun memperkenalkan keduanya sebagai "pasangan yang berbahagia", sementara sang pasangan sendiri memproklamasikan diri sebagai "happy parents"... Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah bahwa pengaruh buruk itu sangat mungkin juga dapat memapar anak-anak. Sebuah hasil penelitian yang dilakukan di Inggris menguatkan kekhawatiran ini. Reg Bailey, ketuai proyek Departemen Pendidikan Inggris yang mengkaji tentang seksualisasi anak-anak saat memaparkan hasil kajiannya mengatakan, "Saya rasa ada bukti bahwa anak-anak sangat dipengaruhi oleh individu tertentu, khususnya yang berada di mata publik, seperti bintang pop atau olahragawan. Anak-anak akan menangkap sinyal itu sejak usia dini dan dalam tahap tertentu menjadikannya panutan. Seksualisasi anak-anak merupakan hal yang harus diperhatikan. Banyak orang mengaitkan hal itu hanya dengan anak perempuan, tetapi ternyata hal itu memengaruhi baik anak lelaki maupun perempuan." Tahun 2011 segera kita masuki. Tak akan ada yang dapat memastikan, apakah di tahun ini moralitas masyarakat kita akan sama, lebih baik, atau bahkan lebih buruk dibandingkan tahun yang baru saja kita tinggalkan, karena hal itu akan sangat tergantung pada banyak hal. Namun, sayang sekali, sebagian besar di antaranya justru di luar kemampuan kita untuk mengendalikannya. Barangkali, yang paling mungkin untuk kita lakukan adalah dengan menjaga keluarga kita, agar tetap dapat berpegang teguh kepada iman dan senantiasa takut kepada Tuhan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline