Di penghujung masa jabatan Presiden, Jokowi bersama pemerintahannya telah mengambil banyak langkah berani dan tidak populis sehingga terkesan berusaha mengejar target tanpa menimbang damfak negatif jangka panjang yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat luas.
Melalui PUPR yang bersinergi dengan Kemenkeu serta Kemnaker, pemerintah berambisi untuk menerapkan skema Tapera yang menyasar bukan hanya dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) namun tabungan ini juga mewajibkan keanggotan dari kalangan pekerja swasta yang tentu saja menjadi kenyataan pahit dan menimbulkan keresahan bagi pekerja di sektor swasta yang penghasilannya masih tidak sejalan dengan biaya hidup yang kian meningkat setiap tahunnya.
Tapera sejatinya bukan merupakan program baru dari pemerintah karena skema tabungan jangka panjang ini sudah lama diwacanakan, hanya saja selama ini skema tabungan Tapera hanya di peruntukan dari kalangan PNS sebagai dana persiapan jaminan hari tua atau dana pensiun.
Program Tapera untuk PNS ini sudah diterapkan sejak awal 2021 mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelanggaraan Tapera sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat yang merupakan transformasi dari program sebelumnya yakni BAPERTAMUS-PNS (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil) yang mulai resmi menjadi TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat) pada tahun 2018 dan secara berlahan juga menargetkan kepesertaan non-PNS.
Tujuan Program TAPERA
Program Tapera yang mulai digodok secara matang oleh pemerintah sekarang dan akan secara efektif berlaku pada 2027 atau 7 tahun sejak ketentuan ini ditetapkan pada tahun 2020 lalu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang penyelanggaraan Tapera kemudian disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, merupakan langkah yang dianggap strategis untuk mengatasi permasalahan hunian rumah bagi masyaraka yang tercatat masih banyak yang belum memilikinya.
Dari data BPS terdapat 9,9 orang yang sampai sekarang belum memiliki rumah sendiri. Hal ini disebabkan terus melambungnya harga properti khususnya tanah, sehingga diharapkan dengan skema tabungan kolektif akan ada banyak masyarakat yang terbantu untuk memiliki rumah hunian.
Pada dasarnya mekanisme dari Tapera dalam mewujudkan tujuan guna membangun rumah dengan biaya yang lebih terjangkau serupa dengan penerapan BPJS kesehatan yang mengandalkan gotong royong dari semua peserta sehingga dapat berjalan dengan baik.
Dalam realisasinya setiap peserta Tapera tidak akan serta merta mendapatkan jaminan hunian rumah karena hal yang demikian tidak logis secara perhitungan matematis melihat besaran iuran setiap bulannya yang hanya 2,5 persen dari penghasilan maka setidaknya membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun lamanya, sehingga peruntukan hunian rumah hanya diberikan bagi kelompok masyarakat yang diprioritaskan.
Dengan menimbang kondisi demikianlah maka kemudian ada ketentuan program iuran ini dapat dijadikan sebagai investasi jangka panjang maupun persiapan dana pensiun dalam bentuk obligasi, deposito, maupun bentuk investasi menguntungkan lainnya bagi peserta yang tidak mendapatkan jaminan rumah.
Program yang Terlalu Dipaksakan