Lihat ke Halaman Asli

Dialeksia, Bukan Kebodohan!

Diperbarui: 2 Mei 2017   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap anak pasti mengalami yang namanya masalah, ketidakmampuan belajar ataupun kesulitan dalam belajar, baik kesulitan menerima pelajaran dengan cepat, kesulitan mengerjakan suatu soal, ataupun kesulitan dalam membaca atau menulis. Nah, salah satunya adalah kesulitan dalam membaca atau yang disebut dengan disleksia.

Disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua pelaksana harian asosiasi disleksia indonesia dr kristiantini dewi, SpA, menjelaskan disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Disleksia tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa lainnya. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal seperti anak-anak pada umumnya atau bahkan diatas rata-rata.

Penanganan anak-anak disleksia memerlukan treatment khusus, idealnya dalam sebuah sekolah memiliki tenaga psikologis atau tenaga kesehatan profesional, sehingga anak-anak dialeksis dapat ditangani secara khusus. Orang tua perlu dilibatkan dalam setiap penanganan yang dilakukan.

Ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar, salah satunya adalah metode analisis glass, dalam metode ini, glass menyebutkan adanya empat langkah dalam mengajarkan kata, yaitu: 1) mengidentifikasi keseluruhan kata, dan bunyi kelompok-kelompok huruf, 2) mengucapkan bunyi-bunyi kelompok huruf dan huruf, 3)menyajikan kepada anak, huruf atau kelompok huruf dan memninta untuk mengucapkannya, 4) guru mengambil beberapa huruf pada kata tertulis dan diminta mengucapkan kelompok huruf yang masih tersisa.

Pernyataan diatas mewakili penanganan bagi guru, sedangkan penanganan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya yang mengalami disleksia adalah dengan menggunakan metode phonic. Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dialeksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Orang tua dapat mengemas dalam bentuk yang beraneka ragam dalam menggunakan metode phonic. Hal yang paling penting adalah bagaimana orang tua meluangkan waktu untuk bersama anak untuk mendampingi anak, suguhkan bacaaan sebagai latihan dan konsisten dilakukan setiap hari meskipun hanya beberapa menit saja.

Dialeksia yang terjadi pada anak-anak rentan diolok-olok atau diejek oleh orang-orang disekitarnya, karena kelainannya anak-anak dialeksis dianggap bodoh dan sebagainya dan bisa jadi mereka lebih pandai dari yang mengolok-oloknya . Hal seperti ini dapat membuat mental anak down, maka dari itu terus dukung dan bantu anak dengan mendampinginya belajar, memberikan motivasi untuk terus belajar, dan membangun rasa percaya diri pada anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline