Lihat ke Halaman Asli

Musfiq Fadhil

TERVERIFIKASI

Abdul Hamma

Cerpen: Sri Hamil

Diperbarui: 14 Februari 2021   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari kaskus.com/larazzchan21

Aih, nomor siapa ini? Untuk urusan apa sepagi ini sudah menghubungiku. Tak bisakah aku memperoleh tidur yang nyaman setelah semalaman berjibaku melawan kenangan?

Lagian, ini hari minggu! Hari di mana aku seharusnya bebas melanjutkan tidurku. Bahkan ibuku pun tak pernah selancang ini berani membangunkan tidur hari mingguku.

Sungguh dering panggilan telepon genggam ini sangat menggangguku. Melengking, seperti tangisan menyebalkan seekor bayi kucing hitam yang pernah aku buang.

Malam itu, dua hari lalu, hujan deras tinggal sisa. Bayi kucing hitam itu tiba-tiba muncul, mengeong dari balik pintu. Kudapati tubuhnya kecil buluk dan basah, ia menggigil, menangis, seperti pengemis mengharapkan secuil iba dari hatiku.

"Jadi kau ditelantarkan ibumu? Ibumu meninggalkanmu yang masih kecil, saat hujan begini? Lalu kau ke sini memintaku untuk merawatmu. Begitu?"

"Meowng!!!"

"Cih. Ibumu saja tak mempedulikanmu, bagaimana bisa aku peduli kepadamu? Pergilah!"

Bayi kucing tak mau pergi. Setelah beberapa saat aku abaikan menggigil di depan pintu, tangisannya semakin melengking. Pusing mendengar tangisnya aku cengkeram lehernya. Kubawa bayi kucing itu menyusuri becek dan sepi jalan menuju perempatan gang.

Ketika kulemparkan tubuh buluknya di bawah tiang listrik, di tengah gerimis rintik-rintik. Bayi kucing itu berhenti menangis. Wajahnya berubah. Tubuhnya siaga. Ia tak lagi mengiba. Ia mengeram. Matanya menyala, seperti ingin membakar wajahku. Pun, gigi taringnya yang belum tajam itu seperti berhasrat segera menusuk leherku.

"grrrr!!!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline