Lihat ke Halaman Asli

Musfiq Fadhil

TERVERIFIKASI

Abdul Hamma

Cerpen | Sri Mau Mandi

Diperbarui: 16 November 2020   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kopi lendot via c52onlen.blogspot.com/kopipangku

Segelas kopi harga sepuluh ribu. Kopi plus susu dua puluh ribu. Kalau minumnya dalam bilik situ harganya seratus lima puluh ribu.

"Gak bisa kurang? Seratus saja, Mbak!".
"150 ribu pas, Om"
"Halah. Kan kamu juga sama ngerasain enak. Kenapa mahal begitu, Mbak"
"Enak mbahmu! Gak mau yaudah sana pindah ke warung sebelah!"

Malam itu jalanan Pantura nampak lengang. Sesekali hanya truk bermuatan kosong dan beberapa kali motor anak drag berderu merasuk celah-celah anyaman bambu warung kopi itu.

"Iya.. dah iya.. 150. Oke". Om supir truk menyepakati tarif yang dipatok Mbak Pelayan. Irama musik tarling dari speaker sember mengiring mereka berdua berangkulan masuk ke dalam bilik.

"Slurpp.. nikmat sekali kopi buatanmu, Mbak!",  Dari dalam bilik, Om truk itu seperti kegirangan minum kopi lendot ditemani Mbak Pelayan. Suara girannya terdengar samar-samar lalu menguap diantara musik tarling yang makin bising.

***

Kumandang tarhim mulai bersahutan dari Toa mushola-mushola kampung di seberang jalan. Itu tanda agar Sri bergegas mempersiapkan diri untuk pulang.

"Time out! sudah ya, Om".

Sri melepaskan tangan kiri yang melendot di leher tamu meski kopi hitam di meja itu belum habis sepenuhnya. Sri lalu turun dari pangkuan tamu itu dan beranjak ke belakang melucuti gincu, bedak, dan alis yang melekat di wajahnya yang ayu.

Dinihari itu angin pantura berembus kencang dan udara sangat dingin menusuk tulang, namun Sri tak peduli. Setiap hendak meninggalkan warung kopi itu Sri tak pernah sekalipun absen untuk mandi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline