Lihat ke Halaman Asli

Musfiq Fadhil

TERVERIFIKASI

Abdul Hamma

Penunggu Sumur Tua (Tamat)

Diperbarui: 11 Oktober 2020   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahan pribadi

Sore itu Ia datang seperti babi yang buta. Golok yang ia kibaskan membuat kami ngeri luarbiasa.

Cerita ini merupakan sambungan dari Penunggu Sumur Tua (2) dan Penunggu Sumur Tua

Sabtu pahing, untuk selanjutnya akan kutandai hari ini sebagai hari pembawa sial.

Pagi tadi nafasku terengah-engah menuntun si Supri naik turun tanjakan sebelum akhirnya bisa ditambal di bengkel Lek Tarno.

Sampai di kebun, aku memanjat pohon kelapa. Aku lagi asyik memelintir buah kelapa, eh.. blarake ujug-ujug sempal. Aku terjatuh dan tersangkut pada ranting pohon jambu. Perutku kini masih terasa ngilu.

Pada waktu aku mencari rumput, ndilalah aku ngarit di area sarang babi. Ada dua ekor anak babi sedang tidur bersama induknya. Kehadiranku membuat mereka terbangun dan marah.

Si induk babi tanpa menungnggu klarifikasiku langsung menyeruduk. Babi itu terus mengejarku hingga memaksaku untuk bergegas naik ke pohon rambutan.

Dan sore ini, aku getun banget. Tini dan Tono, dua ekor anak wedhus yang kurawat seperti anak sendiri tiba-tiba mati. Mereka keracunan rumput yang ternyata sudah bercampur endrim.

Sing sabar yo, Nang” Ucap Emak menenangkan hatiku dengan suara lembutnya. Sebaliknya, adikku malah terlihat gembira sekali mendengar nasib apesku hari ini,  “Haha! guoblok men kowe, Mas!”

Sementara Bapakku seperti biasa, Ia tak berkata apa-apa. Bapak cuma senyum-senyum. Lalu kembali melanjutkan proses penguburan dua anak wedhusku.

Mak, Bapak, Adek. Tadi malam Mbah Darsih Nitip salam!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline