Saat saya masih duduk di kelas IX, Ibu Guru Cici pernah bilang, dalam bahasa Indonesia, ada enam jenis pergeseran makna pada suatu kata.
Namun dari enam jenis itu, hanya dua jenis saja yang paling saya ingat sampai sekarang. Dulu, penjelasan Ibu Cici kira-kira begini:
"Peyorasi adalah pergeseran makna yang baru menyebabkan makna yang baru dirasakan lebih buruk jika dibandingkan dengan makna sebelumnya. Ameliorasi itu sebaliknya. Agar mudah, kamu ingat saja Mbah Peyot untuk Peyorasi dan Mbak Amel untuk Ameliorasi"
Bu Cici juga menjelaskan bahwa terjadinya peyorasi dan ameliorasi serta jenis pergeseran makna kata lainnya disebabkan karena berbagai macam faktor.
Seingat saya, faktor yang mempengaruhi pergeseran makna ini diantaranya adalah perbedaan penafsiran, perbedaan sosial dan budaya, dan perkembangan IPTEK.
Berkaitan dengan ini, saya tertarik untuk membahas frasa "Pemersatu Bangsa" yang saya amati sedang mengalami pergeseran makna dari yang semula terkesan baik, sekarang ini mulai menjadi agak gimana gitu kesan ketika mendengar frasa ini.
Semasa masih duduk di bangku sekolah, yang terbersit dalam pikiran saya ketika mendengar atau membaca frasa Pemersatu bangsa pasti berpikiran kalau enggak Pancasila, ya Al Quran.
Semua guru PPKN saya dulu selalu bilang bahwa nilai Pancasila adalah dasar negara yang selama ini mampu memberikan kekuatan untuk mengumpulkan berbagai suku, ras, agama dan budaya di seluruh wilayah yang sangat luas ini menjadi satu kesatuan berbentuk Negara Indonesia.
Biasanya, Guru Agama dan Pak Ustadz melengkapi apa yang disampaikan guru PPKN dengan menjelasakan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila itu sejalan dengan apanyang terkandung dalam Al Quran.
Sebagai muslim, Al Quran adalah pedoman yang mempersatukan umat dalam menjalani kehidupan agar dapat meraih kedamaian. Sebagai warga negara, Pancasila digunakan sebagai pedoman untuk memperkuat rasa persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.