Lihat ke Halaman Asli

Mustiana

Penulis

Yogyakarta yang Katanya Berbudaya

Diperbarui: 16 Juli 2019   05:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Perjalanan ke Yogyakarta kali ini disponsorin pos tempat saya bekerja, jadi mau tak mau suka tak suka, harus ikut kemana pelayanan darinya. Sebelum berangkat sudah banyak terpikir kalau Yogya baru-baru ini banyak ditemukan surga tersembunyi, seperti Goa Pindul dan beragam pantai yang Indah. Tapi pas lihat agenda dan rundown, jeng jeng... langsung lemes karena enggak ada wisata alam sama sekali.

Maka dari awal sudah melancarkan strategi dan akal bulus supaya gimana caranya bisa mereguk keindahan alam Yogya, tapi akhirya enggak berhasil karena alasan jauh.

Saya akan cerita dua tempat yang saya kunjungin di sana bersama temen-temen. Pertama kita kunjungan ke Borobudur. Salah satu situs budaya Unesco ini sepi, dan saya senang bukan kepalang berarti foto saya enggak bakal banyak keganggu orang-orang lalu lalang. Saya sudah lama tidak ke situs ini, lagi ada pemugaran tampaknya. Dan, saya merasa dulu sewaktu saya pertama kali ke sini, tidak seramai sekarang ini. Dulu keberadaan Borobudur dalam ingatan saya seperti syahdu  di balik rindangnya pepohonan.

But see, sekarang everything has changed. Borobudur terbuka, di sekelilingnya menuju Borobudur sudah banyak pemahat yang sibuk menjajakan karyanya, jalanan ramai dan ugh, rasanya indahnya  memang tidak seperti dulu.

Di sana saya sibuk cari-cari mana angle menarik , dan hasil jeprat jepret saya, saya tunjukan ke teman dari media lain dan dia percayain saya jadi fotografernya. Kalau mau sombong meski saya tidak pake kamera dslr yang lensanya macem-macem, saya tetep bisa foto dengan amat  menarik dan indah. Saya Cuma rajin cari angle bagus, padahal cuma pake kamera poket. Mungkin karena sering latihan juga dan traveling hehe..

Dan memang Borobudur sedang dipugar, tidak banyak juga wisatawan asing di sini. Karena semua terburu-buru, jadilah kita gak bisa eksplor lama2 di Borobudur, padahal klo sampai sore mungkin bisa lihat sunset di sini katanya bagus  kan...

dokpri

Pulang dari Borobudur, malamnya kita ke candi Prambanan, untuk nonton sendratari. Alunan musik khas Yogya menyambut malam yang hening itu. Dan ketika kami masuk arena VVI 2, wah! Bulan penuh sudah menyala, berdampingan dengan kokohnya candi Prambanan . Malam itu, sungguh khitmad dan rasa-rasa mistis gitu. Aneh.

Ternyata untuk dapat tempat strategis ini biayanya cukup mahal sampai ratusan ribu, glek! Untung saya dibayarin. Ini pertama kalinya saya nonton sendratari jadi lumayan excited. Trus tanya-tanya sama rekan yang tugas di Yogya, soal cerita yang dipentaskan dan saya bingung karena semua full bahasa Jawa. Saya pun minta supaya saya bisa dapat resensi pertunjukan apa yang akan diceritakan.

Dengan sigap dia langsung menyuruh bawahannya mencari resensi cerita sendratari, ga perlu lama 10 menit resensi sendratari sudah di tangan.

dokpri

Ternyata kali ini sendratari berkisah tentang Rama dan Shinta dan bla.. bla hehehe... sendratari didukung oleh tata lampu yg apik dan pemain yang tak kalah bagus dengan pertunjukan dari luar negeri mungkin...,

Ada juga monitor yang menampilkan penjelasan babak demi babak dalam bahasa Inggris dan Indonesia. saya bergumam ternyata ini sudah dikelola secara professional. Bangga!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline