Lihat ke Halaman Asli

Kapal Asing Angkat Kaki, Nelayan Indonesia Sejahtera

Diperbarui: 3 Maret 2016   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Nampaknya para mafia illegal fishing harus gigit jari lantaran mereka tidak bisa lagi menangkap ikan lagi di Indonesia jika tidak mau kapalnya ditenggelamkan oleh aparat Indonesia. Seorang Susi Pudjiastuti yang menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) yang membuat peraturan tersebut. Langkah tegas Susi ini pun berdampak baik terhadap produktivitas perikanan dalam negeri yang sedikit demi sedikit mulai bangkit. Sementara, adanya moratorium kapal asing yang dibuat KKP ini membuat rugi para pengusaha besar.

Bedasarakan survei dari Center for Policy Analysis and Reform (CPAR) di Teluk Ambon pada November 2015, hasil tangkapan nelayan kecil meningkat secara signifikan. Nelayan saat ini bisa menangkap ikan-ikan baby tuna dan cakalang yang sebelumnya sangat langka karena ditangkapi oleh kapan asing. Jika dulu satu keranjang ikan cakalang dihargai Rp 1 juta, kini cuma dibanderol Rp 100.000. Sebab, seiring pelarangan operasi kapal-kapal asing, industri pengolahan ikan di Indonesia Timur tutup.

Sementara, di Bitung, Sulawesi Utara, pasca kebijakan moratorium dan pelarangan transhipment di tengah laut, kapal-kapal ukuran besar banyak yang terparkir di dermaga. Dampaknya, hasil tangkapan nelayan kecil cenderung meningkat dan jarak tangkap menjadi lebih dekat. Namun, hasil tangkapan nelayan tersebut masih belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan.

Peneliti CPAR menilai langkah Menteri Susi sangatlah tepat karena lebih berpihak pada nelayan dalam negeri dan ini sesuai dengan nawacita Presiden Jokowi. Dengan demikian, nelayan Indonesia bisa lebih sejahtera dan sedikit banyak akan membantu perekonomian nasional.

“Nelayan Indonesia bisa sejahtera tanpa kapal asing. Itu adalah salah satu dampak moratorium yang memberi angin segar bagi nelayan,” kata Suhana, peneliti CPAR di Jakarta, Senin (11/1/2016).

Tingginya produktivitas nelayan Indonesia akan berdampak baik dan akan memiliki nilai jual tinggi karena Menteri Susi menyatakan bahwa moratorium kapal asing menyebabkan kekosongan ikan di pasar dunia karena terhentinya pasokan ikan asal Indonesia.

Hal tersebut terlihat data laporan Market Reports Globefish edisi Oktober 2015. Data tersebut mencatat volume ekspor tuna olahan dari Thailand ke pasar internasional periode Januari – Maret 2015 rata-rata turun 8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014. Bahkan volume ekspor Thailand ke Amerika Serikat dalam periode Januari – Maret 2015 turun 23% dan ekspor ke pasar Uni Eropa turun 31% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014.

Kebijakan moratorium tersebut menjadi momentum untuk meningkatkan ekspor ikan dalam negeri. Negara-negara Eropa, Malaysia, dan Singapura menjadi negara tetangga yang paling banyak mengimpor ikan dari Indonesia. Dengan peningkatan permintaan ekspor, ikan Indonesia ditargetkan menyumbang devisa hingga US$ 5 miliar pada 2015 yang pada 2013 mencapai US$ 77 juta.

Sinyal positif juga dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) pada perdagangan Indonesia dengan Malaysia yang surplus US$ 154,7 pada semester pertama 2015. Surplus tersebut disumbang dari sektor ekspor ikan ke Malaysia.

Susi Pudjiastuti juga menyebutkan bahwa harga ikan turun berkisar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogram. Menurut menteri yang beberapa kali menenggelamkan kapal asing ilegal ini, ikan kakap yang semula Rp 60 ribu turun menjadi Rp 40 ribu per kg.  Penurunan harga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline