SIANG itu, hari ke-5 Ramadhan tahun 2015. Setelah ngantar isteri, dan ada rapat sebentar di kantor, saya langsung tancap gas menuju rumah karena ada jadwal ngisi ceramah Ramadhan malam harinya. Karena biasanya macet, maka saya mencoba pulang lebih awal. Tanpa diduga, sejak memasuki tol, rasa kantuk ternyata terus menyerang. Bisa jadi karena semalam banyak kegiatan Ramadhan hingga sahur. Boleh percaya boleh tidak, saya beberapa kali terlelap, beberapa kali terbangun selama berada di dalam mobil. Peristiwa mengerikan itu pun terjadilah.
****
SELAIN sebuah sepeda motor, kami hanya punya satu mobil tua. Buatan Eropa, tahun 2003. Saya pakai mobil itu untuk menopang pekerjaan sehari-hari. Terkadang nyopir sendiri, namun isteri lebih banyak jadi sopirnya. Hehehe. Terkait mobil itu, beberapa kali saya sendiri mengeluh kepada isteri, karena mungkin dimakan usia, di mobil saya itu sering ada suara yang sangat berisik jika dipakai ngebut di jalan. Apalagi, jika dikendarai di jalan tidak beraspal, suara aneh sering terdengar dari berbagai sisi. Mulai kaca belakang yang tidak rapat lagi, power window yang tidak lagi berfungsi normal, hingga central lock yang kadang macet. Seperti bekerjasama, mereka kadang menghasilkan irama yang sangat mengganggu. Belum lagi mesin yang tidak lagi muda, kadang bikin jengkel di tengah kemacetan. Ada saja masalah.
Suatu hari, kami kepikiran akan membeli mobil baru, dengan menukar mobil kami dengan merek sama namun tahun yang lebih baru. Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, rencana itu batal. Pasalnya, beberapa kawan memberi masukan bahwa mobil kami jika diservis total dan diganti beberapa spare part nya, maka kenyamanannya tidak akan kalah dari mobil Jepang. Ciri mobil Eropa itu halus dan nyaman. Kata teman-teman.
“Mobil bapak ini bagus kok. Coba dimasukkan bengkel besar. Minta ganti kaki-kaki dan perbaikan kabel jaringan elektriknya. Kalau mau nyaman, velg dan ban diganti baru,” ujar seorang kawan yang bisa ‘main’ mobil Eropa.
Saya dan isteri pun sempat berhitung. Jika beli baru, mobil merek ini, harganya ternyata masih di atas Rp. 200 jutaan. Kalau mobil lama dijual, paling hanya laku Rp. 70 jutaan. Maka jika akan ganti mobil dengan tukar tambah, jelas nambahnya terlalu banyak. Sementara, saya mencoba ke toko spare part untuk konsultasi perbaikan. Itung punya hitung, perbaikan di bengkel ternyata lebih ringan dan terjangkau dibanding beli mobil baru. Yasudah, mobil saya bawa ke bengkel saja.