Lihat ke Halaman Asli

Citra Pajak Imajiner 2015

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12930690882132845231

Saya memang belum merasakan secara fisik citra Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) 5 tahun kedepan bahkan 10 tahun kedepan, yang bila dikalkulasi berarti saat itu adalah tahun 2020, dan semoga bila saya diberi umur panjang, maka saat itu umur saya hampir sama dengan umur tetangga saat ini sekitar 55 tahun. Namun merasakan 5 tahun bahkan 10 tahun Ditjen Pajak kedepan secara imajiner sudah sering. Pengalaman pertama saya adalah saat di tahun 2008 ditugaskan sebagai peserta dalam sebuah works shop internalisasi kode etik bagi pegawai, saat itu dari keberagaman peserta (para pegawai pajak dari beberapa daerah dengan berbagai latar belakang) dapat menjadi satu kebersamaan dalam satu tekat untuk terus menyebarkan semangat kode etik pegawai. Saat itu Kami saling menyemangati untuk tetap terus menyuarakan Ditjen Pajak bisa menjadi lebih baik, Kami bertekat menjadi agen-agen perubahan, dan Kami akan terus mencoba menyuarakan kepada sesama teman. Works shop itu membentuk sebuah komunitas dengan berbagai kisah yang sulit saya lupakan. Komunitas itu sanggup menghantar jagad imajinasi saya menatap optimis Ditjen Pajak akan lebih baik dan bangga berada di dalamnya. Pengalaman ke dua yang membuat saya terbang ke awang-awang adalah saat membaca kisah beberapa pegawai Ditjen Pajak dari seluruh pelosok negeri dalam menjaga komitmen untuk menjadi bagian dari modernisasi perubahan Ditjen Pajak, kisah-kisah itu dikemas dalam sebuah buku "Berbagi Kisah dan Harapan (Berkah)", buku yang banyak diapresiasi pihak luar dalam memandang Ditjen Pajak secara utuh. Banyak kisah yang inspiratif dan menyentuh dalam buku itu, bagaimana mereka dalam keterbatasan terus berupaya memberikan yang terbaik bagi Ditjen Pajak. Ada kisah pilihan hidup sebagai aparat pajak yang bermartabat, ada kisah bagaimana mengejar waktu masuk kantor, kisah menolak "suap, gratifikasi dan sejenisnya" dan banyak kisah lainnya yang menunjukkan komitmen pegawai pajak dalam memegang kode etik dan bangga menjadi bagian dari perubahan Ditjen Pajak. Kisah-kisah itu sangat berlawanan dengan berita-berita miring segelintir "oknum " yang menggiring opini publik memandang negatif citra Ditjen Pajak. Buku "Berkah" dengan gaya penulisan amatir dan tutur bahasa yang bersahaja mampu menghipnotis saya dan memberi pelajaran berarti, bahwa sangat banyak pegawai Ditjen Pajak yang menjaga martabat dengan memegang integritasnya. Pengalaman ke tiga adalah saat membaca dan mendengar langsung dukungan dan optimisme para pakar dan para tokoh masyarakat, Mereka memandang Ditjen Pajak secara utuh dalam mereformasi diri sejak tahun 2002. Prof. Rhenald Kasali, PhD seorang pakar ekonomi dan pakar manajemen perubahan mengapresiasi perubahan Ditjen Pajak menuju lebih baik, Sri Mulyani mantan Menteri Keuangan juga memberi testimoni bahwa banyak pegawai Ditjen Pajak yang menjaga integritasnya dan berharap mereka diberi ruang untuk diketahui masyarakat. Teten Masduki Sekjen Transparansi Internasional Indonesia (TII) memandang dan siap mendukung secara positif perubahan Ditjen Pajak menuju lebih baik. Banyak tokoh-tokoh lainnya yang mengapresiasi bergulirnya modernisasi Ditjen Pajak, walau para tokoh itu juga memberi catatan, kritikan dan saran untuk menuju kemajuan. Pandangan dan kritik para tokoh itu mengajarkan pada saya betapa sulit untuk menjaga kelangsungan perubahan sebagaimana diajarkan Rhenald Kasali, bahwa perubahan selalu bersama sahabat-sahabatnya seperti penyangkalan, resistensi, perlawanan, penolakan dan kecurigaan. Kata kuncinya adalah Kita harus berjuang sekuat tenaga agar terhindar dari kemunduran dan ganasnya turbulensi perubahan, setidaknya itulah yang dapat saya petik dari pengalaman itu. Bagi sebagian orang bahkan banyak orang, Ditjen Pajak memang surga untuk yang mencari surga, namun juga akan menghantar ke neraka bagi yang ingin "bermain-main" di neraka. Tak heran banyak orang yang memimpikan dan bercita-cita di Ditjen Pajak, dan tak heran pula banyak orang yang berkepentingan dengan segala argumentasinya. Ibarat gadis manis yang begitu menggoda , banyak pemuda yang ingin meminang, oleh karena itu gadis manis itu harus selalu dijaga agar tetap manis dan tidak salah arah. Direktorat Jenderal Pajak memang seindah mimpi dan angan-angan untuk kemajuan bangsa, dan saat ini merupakan salah satu ikon reformasi birokrasi. Reformasi Ditjen pajak yang dimulai sejak tahun 2002 dengan dibentuknya Kantor Pelayanan (KPP) LTO (KPP Wajib Pajak Besar Indonesia ), Tahun 2004 tahapan modernisasi dengan mulai menggabungkan KPP, KPPBB dan Karikpa dalam satu Kantor dengan sebutan KPP Pratama serta membentuk prototype KPP Madya (KPP Wajib Pajak besar di tingkat propinsi/kota besar) dengan 9 pilar modernisasinya antara lain adanya Account Representative, Remunerasi, kode etik pegawai, Teknologi Informasi (IT), case management dll. Di tahun 2006 tahapan modernisasi Ditjen pajak adalah merubah struktur organisasi Kantor Pusat Ditjen Pajak dan memodernisasikan seluruh Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Pulau Jawa dan beberapa kota besar diluar P. Jawa. Tepat di akhir tahun 2008 tuntaslah Ditjen Pajak membentuk 32 KPP Madya dan seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berjumlah + 299 KPP berubah menjadi KPP Pratama dengan 9 pilar modernisasi Ditjen Pajak sebagaimana tersebut sebelumnya. Maka sejak itu seluruh Pegawai Pajak + 33.000 orang telah terikat dengan kode etik pegawai pajak. Sejak itu pula dan kedepan tidak pantas lagi aparat "bermain" dengan Wajib Pajak dan tidak pantas lagi menjadi "problem" bangsa. Di tahun 2008 pula Modernisasi Ditjen Pajak menjadi salah satu pendongkrak indeks korupsi Indonesia , dan menjadi salah satu "solusi" bangsa menuju lebih baik. Bahkan di saat awal tahun 2010 ada berita yang menjadi badai di Ditjen Pajak dengan adanya "oknum DJP" sebut saja dengan inisial GT seorang pelaksana dengan rekening puluhan milyar, menjadikan kepercayaan masyarakat pada Ditjen Pajak turun drastis bahkan menggeneralisasikan semua pegawai DJP seperti "GT". Dampak itu tidak hanya menurunkan rasa percaya diri para pegawai Ditjen Pajak namun juga berdampak pada keluarga pegawai dan komunitasnya. Namun dengan semangat tetap mempertahankan dan meneruskan reformasi Ditjen Pajak menuju lebih baik, di akhir tahun 2010 dibuktikan dengan hasil survey KPK atas penilaian inisiatif anti korupsi yang dilakukan terhadap 183 unit dari 18 kementerian/Lembaga dan 8 Pemerintah Daerah, Ditjen Pajak berada diurutan ke 4 (empat) dari 183 Unit yang disurvey dengan nilai 8,18 di atas Pemkod Yokyakarta dengan nilai 7,88. Bila memperhatikan indikator yang dinilai, untuk promosi anti korupsi Ditjen Pajak memperoleh nilai tertinggi sebesar 9,82 bersama 7 unit lainnya. Dan skor Kode Etik Ditjen Pajak adalah sebesar 9,73 bersama Pemkod Yokyakarta. Tingginya penilaian KPK merupakan hasil nyata semangat seluruh jajaran Ditjen Pajak untuk terus berubah, menyempurnakan dan menyelesaikan reformasi Ditjen Pajak yang telah digulirkan sejak tahun 2002 dan juga hasil dari evaluasi dan kritik masyarakat. Derektorat Jenderal Pajak memang pantas diapresiasi, diawasi dan dicintai , karena lebih dari 70% penerimaan negara ditopang oleh manajemen didalamnya. Dan citra pajak 5 tahun lagi apakah melebihi harapan masyarakat ?, perwujudan itu memerlukan peran dari semua pihak baik masyarakat, DPR, Pemerintah dan tentu seluruh aparat pajak di dalamnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline