Lihat ke Halaman Asli

Mustika Gardhini

Tak perlulah ada ucap kata pisah, toh nantinya kita akan jumpa ditempat yang indah

Politik Era Media Sosial: Kampanye Hitam, Intrik Terselubung dan Tanggung Jawab Publik

Diperbarui: 10 Februari 2024   13:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pngtree.com

Ketika kita menengok dunia politik Indonesia di era media sosial, kita terperangkap dalam alur narasi kompleks yang terdiri dari kampanye hitam, intrik terselubung, dan manipulasi opini. Dalam sebuah lanskap politik yang semakin terhubung secara digital, literasi media menjadi krusial dalam membentuk pandangan publik yang kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh gelombang informasi yang beragam dan terkadang meragukan.

Berbagai platform media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook dan Tiktok menjadi panggung utama di mana politikus berlomba-lomba memasarkan diri mereka. Kelebihan visual dari Instagram memberikan ruang kreatif bagi kandidat untuk memasarkan citra mereka melalui gambar dan video menarik. Namun, di balik kilauan ini, terdapat serangkaian kampanye hitam yang menggunakan meme provokatif, video manipulatif, dan narasi yang terampil diracik untuk menyerang lawan tanpa memikirkan kebenaran informasi.

 
Sementara kelebihan kampanye di media sosial terletak pada kemampuannya untuk mencapai jangkauan yang luas, kekurangannya sangat mencolok. Kampanye hitam dengan narasi diskriminatif dan penggunaan hoaks semakin merongrong kepercayaan masyarakat pada integritas proses politik. Literasi media digital menjadi sebuah perisai, memberdayakan masyarakat untuk memilah fakta dari propaganda, mengidentifikasi strategi manipulatif, dan menyadari bahwa kebenaran tidak selalu berada di pihak yang paling vokal.


Strategi "playing victim" merupakan senjata ampuh di media sosial. Kandidat yang berhasil memainkan kartu ini memanfaatkan emosi masyarakat, menciptakan narasi bahwa mereka adalah korban yang dianiaya. Sering kali, ini digunakan untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan dan kontroversi yang seharusnya menjadi sorotan utama. Literasi media digital tidak hanya melibatkan kemampuan memahami informasi, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk melihat melalui manipulasi emosional yang seringkali tersembunyi di balik retorika tersebut.

Tantangan Etika dalam Kampanye Digital:
Tantangan etika dalam kampanye digital tidak hanya terbatas pada berita palsu, melainkan juga melibatkan serangan personal yang berpotensi merusak reputasi tanpa batasan etika yang jelas. Invasi privasi dan penyebaran informasi pribadi di ruang digital menjadi risiko yang nyata. Literasi media digital menjadi lebih mendalam dengan memperhatikan hak privasi, etika kampanye, dan memahami dampak dari setiap langkah yang diambil oleh kandidat.

Keterlibatan Masyarakat dan Tanggung Jawab Publik: Pentingnya literasi media digital tidak hanya terletak pada individu, tetapi juga pada keterlibatan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat perlu lebih proaktif dalam memahami mekanisme kampanye digital, menilai informasi yang disajikan dengan kritis, dan memberikan penilaian yang berbasis pada substansi daripada sekadar popularitas visual. Pendidikan dan dialog publik perlu dipertajam agar masyarakat dapat mengenali dan menolak praktik-praktik politik yang merugikan.

Pendidikan media digital harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan formal dan informal. Masyarakat perlu dilatih untuk memahami cara mendeteksi hoaks, memverifikasi informasi, dan memahami strategi manipulatif yang dapat muncul selama kampanye. Selain itu, lembaga-lembaga pengawas dan penyelenggara pemilihan perlu meningkatkan pengawasannya terhadap kampanye digital, mengidentifikasi dan menindak tindakan-tindakan yang melanggar etika.

Semakin kompleksnya kampanye politik di media sosial menuntut perhatian lebih besar dari masyarakat. Literasi media digital bukan hanya alat, tetapi sebuah keharusan untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, kritis, dan tidak terjebak dalam permainan politik yang penuh intrik di dunia maya. Hanya dengan begitu, kita dapat melawan arus kampanye hitam, strategi manipulatif, dan memastikan bahwa proses demokrasi tetap bermartabat, adil, dan mewakili kepentingan segenap lapisan masyarakat.

Mustika Gardhini
Mahasiswa Komunikasi Universitas Siber Asia




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline