Memonitor berita terbaru seputar mudik, melihat kalender dan tanggal merah/cuti, memeriksa bingkisan buat dibawa pulang, dan sederet aktivitas lainnya kami lakukan pada tahun lalu menjelang akhir Bulan Ramadhan. Suasana dan atmosfir saling bermaafan juga menghiasi tempat tinggal kami di Pamulang. Bengkel - bengkel antri oleh para calon pemudik yang akan menempuh perjalanan jauh menuju kampung halamannya. Tradisi mudik menjadi suatu keniscayaan bagi para perantau untuk berkumpul dan melepas rindu dan kengen terhadap sanak keluarga yang lama tidak berjumpa. Bayangan kemacetan juga menjadi suatu kerinduan tersendiri bagi kami yang sudah terbiasa dengan hiruk pikuk ibu kota.
Mudik dan berlebaran merupakan suatu hal yang dinantikan oleh setiap orang yang merantau (bahkan orang yang tidak berpuasa pun ikut meramaikan tradisi mudik, he..he...) Ada pembelajaran berharga dari tradisi mudik tersebut. Dalam mudik kita diuji kesabaran, bagaimana kita mampu mengelola emosi, bagaimana kita harus berbagi dengan orang lain. Dalam mudik juga kita belajar untuk berjuang, bekerja keras, dan menyusun strategi. Bagaimana tidak, bayangkan saja kalau kita tidak cerdik dan cermat bagaimana kita dapat tiket yang kadang - kadang jauh sebelum mudik sudah pada kehabisan. Bagi pemudik yang menggunakan moda transportasi darat (bus) bagaimana harus berdesak - desakan untuk mendapatkan tempat duduk agar bisa bertemu sanak saudara.
Dalam proses menuju lebarannya saja kita sudah diuji dan harus berjuang. Maka sangat disayangkan apabila kita tidak memanfaatkan saat dan suasana lebaran dengan optimal. Dalam lebaran ada nilai yang dapat kita renungkan yaitu nilai kemanusiaan. Kita bisa belajar untuk berbagi dengan sesama tanpa melihat status dan golongan. Dalam lebaran (Hari Raya Idul Fitri) kita diajarkan untuk berempati terhadap sesama. pada malam hari lebaran kita membayar zakat sebagai pensuci jiwa kita dan penyempurna amaliah puasa kita. Maknanya jangan sampai pada pagi hari lebaran tiba masih ada sesama kita yang tidak bisa makan, tidak bisa merayakan lebaran, dan masih bergumul dengan kelaparan.
Oleh karena itu lihat sekeliling kita....! Membayar zakat fitrah diwajibkan untuk setiap muslim bahkan yang baru lahir sebelum Shalat Idul Fitri sekalipun. Kadang - kadang kita suka menggerutu ketika di lingkungan rumah kita diminta zakat fitrah, trus dilain waktu di tempat kerja kita juga diminta zakat fitrah juga. Bahkan tanpa sadar kita mengucapkan kalimat "Saya kan sudah bayar zakat fitrah di kantor" ketika ada pihak aparat desa/kelurahan yang memungut zakat fitrah ke rumah. Ucapan lain juga sering tanpa sadar kita keluarkan ketika di kantor kita dipungut zakat fitrah "Anak saya sudah bayar zakat fitrah di sekolahnya, jadi saya bayar zakat fitrah untuk saya saja di kantor".
Secara ketentuan barangkali cukup kita bayarkan zakat fitrah satu kali. Namun kalau kita mau memaknainya secara lebih luas dalam presfektif kemanusiaan dan berbagi dengan sesama maka tidak apalah kita keluarkan sebagian harta kita lebih dari minimal untuk dapat memberikan sedikit kebahagiaan bagi sesama. Pada saat lebaran juga kita saling bersalaman untuk saling memaafkan dan mengikhlaskan salah dan dosa. Maka diharapkan pada hari itu kita semua kembali ke titik nadir menjadi manusia yang suci dan bersih jiwanya.
Suatu hal yang kita tidak boleh lupa bahawa sejatinya bulan ramadhan sampai dengan Hari Raya Idul Fitri merupakan saat dan waktunya kita menanam. Benih kesabaran, kebaikan, keikhlasan, kasih sayang, dan nilai - nilai yang bersumber dari Yang Maha Kuasa kita pelajari disaat bulan ramadhan. Sebelas bulan berikutnya adalah ujian yang sejatinya, buah yang akan kita panen dari benih yang kita tanam selama bulan ramadhan. Pertanyaannya apakah kita bisa mendapat benih yang berkualitas dan pelajaran dari bulan ramadhan? Atau hanya rasa lapar dan dahaga saja yang kita dapatkan pada bulan ramadhan tersebut? Wallahu'alam..........!
Semoga selama menjalani bulan puasa, mudik, dan merayakan lebaran (Hari Raya Idul Fitri) pada saatnya nanti kita semua mendapatkan sejatinya pelajaran yang berharga sebagai bekal kita beribadah secara vertikal terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan beribadah secara horisontal terhadap sesama. Satu nilai dalam beribadah sosial yang tidak boleh kita lupakan adalah melalui lebaran kita diajarkan untuk berbagi kebahagiaan dengan sesama. Memposisikan sesama secara egaliter tanpa membedakan ras, suku, dan golongan merupakan hal yang penting dalam kita bersosialisasi.
Selamat Hari Raya Idul FItri 1436 H
Mohon maaf lahir dan bathin.......!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H