Lihat ke Halaman Asli

"Sarapan Pagi Ini ... Secangkir Asa, Selepek Harapan"

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jamaah shubuh baru saja bubaran, saat Cak Buadi ikut turun dari langgar Abah Nur. Bubaran jamaah hari ini lebih awal daripada biasanya. Di tiap shubuh seperti ini, biasanya abah Nur memberikan tausiah selepas wiridan. Namun karena beliau sedang tindak ke Solo, buwuh saudaranya, tausiah hari ini tidak ada yang mengisi.

Katanya Mas Tono yang guru SMP, tausiah itu bisa juga disebut kuliah Shubuh. Hehehehe, lumayanlah buat cak Buadi yg cuma tamatan STM bisa sekali-kali ikut kuliah.

Hanya saja, karena abah Nur kalo memberi tausiah cuman sebentar, karena hanya membaca satu hadits di kitab Riyadush Sholihin dan menjelaskan sedikit maknanya, maka tidak sampai tujuh menit sudah rampung. Kurang pas kalau disebut kultum atau kuliah tujuh menit, apalagi kuliah shubuh. Ya tausiah itu saja lebih pas, itu katanya Abah Nur sendiri lho ya, sewaktu Mas Tono "ngengkel" dengan istilah "kuliah"-nya itu tadi.

Cak buadi mulai "nyengklak" sepeda motor Suzuki FR50-nya, sambil uluk salam kepada Kang Mualim yang masih repot membetulkan rantai sepeda "jengki"-nya. Motor antik itu dibelokkannya ke arah pasar Rowomarto. Satu tujuannya, ke lapak warung ketan Yu Marni.

Semalaman cak Buadi ndak bisa tidur nyenyak. Pikirannya "bunek" gara-gara jagoannya, Manchester City, nggak bisa menang saat melawat ke kandang Everton. Padahal di pertandingan berikutnya, Chelsea bisa menang mudah dan kembali jadi pemimpin klasemen Liga Inggris. Hahahaha, pusingnya cak Buadi sudah sekelas pusingnya pak Jokowi menata harga Bbm Indonesia saat ini.

Pasar Rowomarto masih remang-remang saat sepeda cak Buadi sudah terparkir di depan warung ketan Yu Marni. Namun begitu, dalam temaram cahaya lampu 5 watt yg menerangi masing-masing lapak di pasar itu, cak Buadi bisa melihat aktifitas "dulur-dulur pasar" yang mulai menata lapaknya masing-masing.

Mbak Jah Bomber yang mengingatkannya kepada Ratmi B29-nya Srimulat mulai mengupas dan memotongi lontong untuk dagangan pecelnya. Kang Sukim yang cungkring masih repot memanggul zak berisi ketela rambat dari keranjang motor ke lapaknya. Mbak Ni Krebo bareng mbok Nah, pedagang sayur keliling, mulai menata dagangan di keranjang sepedha "ethek"-nya.

"Ngersakne nopo cak Bu?" Tanya Yu Ratmi setelah selesai menyajikan secangkir kopi kepada Kang Modin yang sudah duluan sampai. Cak Buadi belum menjawab, karena pandangannya masih tertuju ke Mbak Jah Bomber.

"Bakul pecel kok sak ndemblah gitu, sing tuku opo gak wis wareg sik lek nyawang bakule?" Cak Buadi malah ngomel "ngrasani" Mbak Jah Bomber.

"Hei cak Bu, ditanya mau pesen apa kok malah ngomel dhewe!" Yu Ratmi sewot.

"Lha iyo sampeyan iku isuk-isuk kok wis ngrasani liyan to cak Bu. Apa tadi nggak diwulang sama Abah Nur to?" Tanya Kang Modin menimpali. Cak Buadi cuma cengar-cengir kena "smash" dari Yu Ratmi dan Kang Modin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline