Lihat ke Halaman Asli

Ibnu Abdillah

... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

Ketidaksabaran Manajemen dan Fans Klub Elite Eropa yang Makin Mirip di Indonesia

Diperbarui: 28 November 2019   03:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

independent.co.uk

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas kebanyakan fans fanatik tim sepak bola Indonesia, yaitu banyak menuntut, tidak sabar, tim yang didukung harus menang bahkan juara, dan sebagainya. Ditambah dengan perilaku vandalisme, serta perilaku dan chant yang mengandung unsur rasisme.

Sebegitunya? Betul. Boleh tidak kita akui, tapi kenyataannya semua itu tetap menjadi masalah dalam sepak bola kita.

Ada berapa kasus kerusuhan dalam dunia sepak bola kita yang disebabkan oleh rasa tidak terima karena klub kebanggaan kalah atau dikalahkan. Mereka, para fans fanstik itu bisanya menuntut dan lupa untuk sabar.

Bagaimana ceritanya sebuah tim harus selalu menang? Apa maksudnya kalau tim kesayangan kalah lalu marah? Kesal karena tim kalah? Ini, kan, lucu (untuk tak dikatakan aneh). Ya, kali, menang terus. Juara, dong.

Semakin panas ketika karakter seperti itu ditambah dengan perilaku vandalisme, menyoraki, dan meneriaki klub atau fans lawan dengan nyanyian negatif, lalu berakhir dengan anarkisme. Baku hantam, baku pukul.

Biasanya, setiap kejadian seperti itu sosok wasit yang dianggap tidak adil, pemain lawan yang dianggap kasar, menjadi justifikasi sebagai alasan pembenanaran.

Tak hanya itu, pemilik klub dan pelatih kerap menjadi sasaran. Ganti pelatih, ganti ofisial, ganti pemain kerap diteriakkan. Pokoknya, suporter kita ini sangat jago dalam memberikan komentar. Termasuk para komentator yang menjual analisa, tak didengarkannya, kecuali hanya sebagai pemanis dengan kata "jedar", "jeger, dan "ulaalaa". Pemain pun kerap disalahkan.

Bayangkan, pemain sekelas Boaz, Savic, Evan Dimas, Andik, dan lainnya yang setiap hari bermesraan dengan bola bisa menjadi trending topic dengan kata-kata miris hanya karena salah nendang, gagal menciptakan gol atau menerima bola, dan keserimpet rumput.

Kesalahannya sedikit, tapi respons fans luar biasa. Fans yang bahkan tak pernah menendang bola sama sekali dalam hidupnya.

Tapi, memang begitulah karakteristik fans serta komentator.

Kebiasaan di Indonesia ini, sepertinya mulai menular ke fans-fans di Eropa ketika kita menyaksikan banyak fans atau pemilik klub yang mulai tidak sabar, lupa proses, dan banyak menuntut untuk menang atau juara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline