Lihat ke Halaman Asli

Mustafa Layong

Penggiat Pers

Pengusaha Pangkas Upah Pekerja, Boleh atau Tidak?

Diperbarui: 5 Juli 2024   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Halo pembaca yang tetap semangat bekerja, meski badan dan otak sudah lelah ! Setiap keringat dan letih akan menguap dengan sendirinya di akhir bulan. Kala saldo rekening terisi lagi.  Bak es buah di waktu berbuka. Tapi bagaimana jika jumlah transferan staf keuangan kantor kurang dari biasanya? Tentu akan menjadi masalah serius kan? Akan ada revisi total rencana belanja bulanan.

Tentu tidak ada manusia normal yang mau upahnya dipotong apalagi di tengah kondisi ekonomi dan harga yang terus melambung. Tapi ini fakta. Sejak pandemi Covid-19 mengubah kondisi ekonomi global, sejumlah perusahaan terseok-seok keluar dari ancaman kebangkrutan. Banyak strategi dilakukan, dari layoff, merumahkan pekerja, hingga pemangkasan biaya produksi melalui pemotongan upah karyawan.

Apakah boleh pengusaha melakukan pemotongan upah pekerja?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, saya ingin mengulas dua hal penting tentang makna upah bagi pekerja. Pertama upah sebagai hak dasar yang dijamin oleh konstitusi, dan kedua upah merupakan hak prestasi yang wajib dibayar Pengusaha berdasarkan suatu perjanjian kerja (perikatan).

Sebagai Hak Dasar

Upah sebagai hak dasar merupakan amanat UUD 1945 sebagai hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) berisi "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." 

Artinya, setiap pengurangan upah dapat berdampak pada terganggunya sumber penghidupan pekerja. Isi dapur-dapur pekerja akan ikut berkurang karena harus memilah kebutuhan lain yang teramat penting juga. Sebab cicilan rumah, kendaraan, tagihan listrik dan air, dan biaya sekolah anak tidak mau tahu upah pekerja tidak lagi sebenar sebelumnya.

Negara pun sudah membentuk perlindungan bagi pekerja atas upahnya. Untuk menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, melalui peraturan perundang-undangan ditetapkan upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten kota. Bahkan melalui PP Pengupahan, Pasal 63 ayat (1) mengatur bentuk -- bentuk pemotonga upah yang dapat dilakukan perusahaan hanya untuk keperluan pembayaran denda; ganti rugi; uang muka Upah; sewa rumah dan/atau sewa barang milik Perusahaan yang disewakan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh; utang atau cicilan utang Pekerja/Buruh; dan/atau kelebihan pembayaran Upah.

Upah sebagai Hak Pekerja Berdasarkan Perjanjian Kerja 

Upah merupakan salah satu komponen penting yang diatur dalam perjanjian kerja. Ingat yah, perjanjian merupakan perikatan antara dua pihak atau lebih yang bersifat timbal balik. Sehingga perubahan atas klausul perjanjian harus dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak. Tidak sepihak.

Pada kebanyakan kondisi pemotongan upah dilakukan pengusahaan karena situasi perusahaan yang memburuk. Untuk menghindari adanya PHK maka dilakukan segala upaya untuk menekan biaya yang ditanggung perusahaan. Pasal 151 ayat (1) Cipta Kerja menyatakan bahwa: "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja." Dalam beberapa kondisi perusahaan menekan biaya produksi dengan merumahkan karyawan atau menerapkan hari kerja bergilir, mengurangi jam kerja atau hari kerja, dan lainnya. Langkah semacam ini mendapat lampu hijau dari Kemenaker melalui Surat Edaran No: SE -- 907/MEN/PHI -- PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (SE Menaker 907/2004).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline