Lihat ke Halaman Asli

Musri Nauli

Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Adat Tamu

Diperbarui: 16 Maret 2021   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbagai istilah sering menggambarkan perilaku tamu dalam kebiasaan dan etika. 

Tamu adalah orang bisu. Yang datang kerumah orang lain namun tidak boleh berbicara keadaan rumah yang didatanginya kepada siapapun.

Dia tidak boleh cerita tentang sambalnya yang keasinan. Atau kopi yang kurang gula. 

Atau tidak boleh bercerita kepada siapapun rumah tamu yang berantakkan. Lantai yang belum diubin. 

Apapun yang dilihat, didengarkan dari isi rumah tamu, tidak seorangpun diluar yang tahu. Biarlah tamu yang datang kemudian melihatnya. Namun bibirnya menjadi kelu. Dan terkatup rapat. 

Menempatkan dan bersikap sebagai orang bisu sebagai tamu setelah tuan rumah menempatkan tamu sebagai Raja. 

Sebagai Raja, kedatangan tamu adalah kehormatan. Sehingga mempersiapkan dengan baik. 

Termasuk suguhan terbaik. Entah makanan yang dihidangkan. Ramuan dan bumbu yang terbaik. Bahkan apabila diharuskan menyediakan makanan yang terbaik. Entah dengan "memotong ayam". 

Istilah "memotong ayam" adalah istilah penghormatan terhadap tamu yang datang. Sekaligus tanda sukacita kedatangan tamu. 

Lalu mengapa ada tokoh nasional, bergelar titel dihormati, dikenal sebagai guru besar lalu kemudian habis bertamu kemudian malah mengeluarkan uneg-unegnya. 

Menumpahkan issu yang tidak jelas juntrungan. Bahkan cenderung menuduh tuan rumah. Memaki "kopi yang dingin". Atau "Sambal keasinan". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline