Entah mengapa nama "Sapi" sering disebutkan didalam kasus korupsi. Di tingkat nasional, daging sapi menjerat Presiden PKS, Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) yang kemudian dikenal sebagai kasus sapi. LHI kemudian dihukum penjara 18 tahun penjara. Selain itu hak politiknya dicabut untuk "hak untuk dipilih".
Nah. Akhir-akhir ini, kasus seputar OTT Jambi kemudian menyeret nama sapi. Entah nasib apes, nama sapi kemudian disebut-sebut didalam persidangan OTT yang kemudian menyeret Gubernur Jambi (non aktif).
Dengan tujuan untuk kurban, 25 sapi kemudian disiapkan 25 sapi yang disebarkan ke sejumlah kabupaten/kota di Jambi. Tentu saja sapi diberikan atas nama Gubernur Jambi (non aktif).
Namun yang unik. Gubernur Jambi (non aktif) tidak dianggarkan didalam APBD ataupun anggaran yang disiapkan. Perintah membeli sapi kemudian tidak diberikan uang.
Waduh. Menyuruh membeli sapi kok tidak diberikan uang.
Mungkin ada peternakan sapi sehingga ketika tibanya waktu untuk berkurban. Tinggal diambil dari kandang.
Tapi, eit. Nanti dulu. Yang menerima perintah justru harus mencari akal. Setelah dicari kandang yang beternak sapi, ternyata tidak ditemukan.
Makanya sang penerima order malah memutar akar. Dicarilah investor "baik hati' yang mau menyediakan anggaran untuk membeli sapi. Namanya saja investor. Ya. Dibilang investor baik hati.
Lalu. Datanglah sapi dan kemudian dibagikan dan disebarkan ke daerah.
Ya. Persis kita memesan go-jek untuk mengantarkan barang (go send). Panggil go-jek, sebutkan alamat tujuan. Nanti bisa dibayar ditempat tujuan. Langsung "klik". Begitulah logikanya. Gampang khan.
Yang apes nasib sapi. Entah mengapa nama sapi lebih popular dari kambing hitam. Padahal dalam kasus-kasus kriminal (black collar crime), nama kambing hitam lebih popular daripada nama sapi.