Lihat ke Halaman Asli

Musri Nauli

Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Memahami Makna Bambu dari "Aur"

Diperbarui: 19 Juli 2018   20:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bak "aur dengan tebing" kata temanku sembari posting di FB bersama dengan istriku. Akupun tersenyum melihat postingnya.

Di tengah masyarakat Melayu Jambi dikenal "Bak aur dengan tebing, tebing sayang ke aur, aur sayang dek tebing, tebing runtuh aur tebawo. Tidak terpisahkan antara tebing dengan aur.

Ya. Istilah aur merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan adanya "aur" maka aur kemudian menjadi penahan tebing agar tidak runtuh. Sedangkan apabila runtuhpun tebing, maka aur mengikuti tebing dan hanyut ke air.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, "aur" kemudian diartikan "duri bambu yang berduri, kuning bambu kuning, licin bambu yang tidak berduri". 

Istilah bambu juga sering dilekatkan kepada sifat kepemimpinan. Dikenal "bilah bambu". Seorang pemimpin tidak dibenarkan untuk "satu diinjek, satu diangkat". Menampakkan sifat tidak adil. Terhadap saudara maupun kelompoknya dilindungi. Namun terhadap masyarakat kemudian diinjak-injak dengna hukum yang keras.

Tema bambu kemudian hangat di Jakarta. Dengan semangat heroic, rakyat Jakarta menyambut Asian Games dengan mengibarkan bendera dengan bambu. Semangat heroic kemudian digelorakan oleh Gubernur Jakarta sebagai bentuk "partisipasi public". Bahkan dengan mengeluarkan surat Edaran kepada Walikota agar dukungan dan bentuk partisipasi public tidak boleh dihalangi.

Heroik bambu runcing tidak dapat dilepaskan dari suasana kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan berbekal bambu runcing rakyat Indonesia berhasil mengusir penjajah. Semangat heroic inilah yang kemudian digelorakan oleh Gubernur Jakarta.

Semangat heroic menyambut Asian Games di Jakarta tidaklah salah. Namun dengan anggaran APBD mencapai 77 trilyun, menyambut tamu dari negara-negara Asia dengan bambu adalah sebuah kenaifan. Bukankah gelora semangat heroic rakyat diletakkan pada tempatnya.

Pertama. Sebagai tuan rumah Asian Games, ini adalah pesta yang disambut dengan riang gembira. Menyambut riang gembira tentu saja menggerakkan rakyat Jakarta dengan cara menyiapkan relawan-relawan untuk menyukseskan.

Entah menyiapkan berbagai tempat-tempat yang mudah ditemukan oleh pelancong, menyiapkan relawan membantu memudahkan perjalanan para pelancong. Atau menyiapkan rakyat Jakarta untuk mengisi berbagai tempat-tempat kejuaraan sehingga semarak Jakarta dapat dirasakan.

Kedua. Asian Games bukanlah 'suasana perang' yang disambut bambu runcing. Dengan anggaran sebesar itu (anggaran terbesar di Indonesia), penyambutan para pendatang di Jakarta haruslah gegap gempita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline