Lihat ke Halaman Asli

Musri Nauli

Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Menulis

Diperbarui: 1 Agustus 2016   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini, saya sering “kesal” membaca status di FB, twitter, laporan, narasi bahkan pengajuan skripsi (untung aja tidak tesis). Kekesalan dimulai dari penggunaan tanda baca, tema yang ditawarkan, hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain, ide yang berserakan hingga penulisan yang mengganggu makna.

Yang menulis tidak hanya masyarakat kebanyakan. Bahkan “oknum” (kok pakai oknum, ya) di Pemerintahan, ketua partai, “oknum” anggota DPRD (lagi-lagi pakai oknum), timses, mahasiswa hingga masyarakat kebanyakan.

Bayangkan. Bagaimana mau membaca dengan baik, membaca tulisan sampai tiga baris tidak menggunakan tanda baca (entah koma atau titik), penggunaan tanda baca yang “tidak pas”, penggunaan capital, penggunaan imbuhan, bahkan terkadang bahasa lisan kemudian “dijadikan” bahasa tulisan.

Dari elaborasi yang saya tangkap, maka saya kemudian berusaha “memotret” terhadap kesalahan fatal yang semestinya tidak perlu terjadi.

Pertama. Judul. Didalam menulis untuk opini, status di FB/twitter tentu saja berbeda dengan judul untuk karya ilmiah, laporan, riset ataupun untuk tulisan “sedikit serius”.

Entah “terlalu semangat’, Judulnya “cukup keren” namun melupakan kaidah-kaidah penulisan sesuai dengan panduan menulis menurut Bahasa Indonesia.

Judul merupakan “identitas’. Pilihan kalimat “bombastis” kadang diperlukan untuk “menarik minat pembaca”. Namun judul diperlukan sebagai bahan pilihan (standing) dari penulis.

Menulis judul untuk “novel” ataupun sastra tentu saja berbeda dengan tulisan opini ataupun ilmiah popular.

Untuk ilmiah popular ataupun opini, diusahakan “padat”, tegas, pendek namun tetap menarik minat pembaca.  Usahakan “menghindarkan” istilah asing. Apabila tidak bisa dihindarkan, maka berikan catatan kaki, sehingga pembaca diberikan kesempatan untuk menentukan. Apakah mau meneruskan membaca ataupun menghentikan minat pembaca.

Kadangkala kita tidak bisa memisahkan Judul untuk presentasi dengan judul untuk bahan tulisan. Tentu saja judul di bahan presentasi menggunakan powerpoint “diusahakan” 3-4 kalimat. Menggigit.

Saya pernah melihat bahan presentasi dari lembaga nasional, hanya “copy paste” bahan tulisan kedalam powerpoint. Sangat mengganggu. Sehingga “terkesan” penggunaan powerpoint cuma “tempelen”. Sayang sekali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline