Lihat ke Halaman Asli

Musri Nauli

Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Membaca Strategi Anas

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1389257952591369333

[caption id="attachment_314834" align="aligncenter" width="620" caption="Anas Urbaningrum saat memberikan pidato politiknya dihadapan anggota DPD dan DPC Partai Demokrat dalam deklarasi Anas Urbaningrum untuk maju sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010-2015 di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (15/4/2010)./Admin (KOMPAS/AGUS SUSANTO)"][/caption] Beberapa hari ini kita disuguhi "kampungan", "murahan", "norak" yang mendayu-dayu terhadap pemeriksaan Anas Urbaningrum (AU) sebagai tersangka. Pemeriksaan AU sebagai tersangka "ditunggu" kehadirannya di KPK. Hingga panggilan kedua, AU ternyata tidak datang.

Dengan kalimat yang normatif, AU mengirimkan Pengacara dan tim-nya untuk "mempertanyakan" mengenai surat pemanggilannya. Lewat juru bicaranya, mereka mempertanyakan kalimat "kasus Hambalang dan kasus-kasus lainnya". Dengan alasan kalimat itu membingungkan, AU kemudian tidak datang.

Belum selesai mengenai kalimat "kasus Hambalang dan kasus-kasus lainnya", juru bicara AU mengeluarkan pernyataan, ketidakdatangan AU ke KPK juga dilatarbelakangi salah satu komisioner KPK, Bambang Widjajanto ke Cikeas ditemani Wamenhumkam, Denny Indrayana.

Penulis kesulitan memahami langkah dan strategi yang digunakan AU dengan menghindari panggilan KPK dengan alasan kalimat didalam surat panggilan dan mengeluarkan pernyataan mengenai BW ke Cikeas.

Sebagai tokoh politik yang cukup matang berpolitik, langkah dan pernyataan itu justru membuat posisi AU menjadi sulit dan "terkesan" pengecut.

Pertama. Siapapun yang dipanggil penyidik baik sebagai saksi dan tersangka, harus hadir. KUHAP sudah menegaskannya. Yang tidak datang selain "tidak menghormati" proses hukum juga akan berdampak secara hukum.

Tokoh sekaliber AU yang tidak datang terhadap panggilan penyidik selain "akan memberikan pendidikan hukum yang buruk", juga terkesan tidak konsistern dengan pernyataannya sendiri. Padahal AU sendiri didalam berbagai kesempatan selalu menyatakan "menghormati proses hukum".

Belum lagi didalam KUHAP, penyidik mempunyai kewenangan untuk "menghadirkan secara paksa" siapapun yang tidak datang pemanggilan dari penyidik.

Kedua. Berbagai pernyataan seperti "gantung di monas", "menghormati proses hukum", tidak terbukti. AU ternyata tidak mencerminkan "petarung sejati" yang rela menghadapi masalah dan commited dengan pernyataannya sendiri.

Selain itu juga AU dianggap tidak konsisten dan "plintat-plintut"

Ini berbeda dengan Akbar Tanjung (AT) salah satu mentor politik AU yang siap menghadapi proses hukum dan tetap berkibar namanya di jagat politik kontemporer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline