Lihat ke Halaman Asli

Musri Nauli

Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Berita dalam Kacamata Media

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

BERITA DALAM KACAMATA MEDIA

Terlepas dari substansi berita yang dipaparkan, berbagai peristiwa yang terjadi selalu diakhiri dengan “not” happy ending. Publik “cuma” disuguhi dahaga tanpa memberikan “pengetahuan” bagaimana happy ending peristiwa itu terjadi.

Saat Pesawat Hawk jatuh di di RT 04 RW 03 Jl Amal Dusun Bencah Limbad Desa Pandau Jaya Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Riau, bukan media mengabarkan berbagai sebab, akibat dan hal-ikhwal teknis terjadi kecelakaan itu. Namun berita itu tenggelam dengan berbagai pemberitaan yang justru “mengaburkan”, “mengalihkan”, bahkan “meninggalkan keinginan publik untuk mengetahui terjadinya kecelakaan itu.

Setelah kecelakaan pesawat Hawk, publik “dikejutkan” dengan cara-cara penanganan “berita” oleh mereka yang “berbaju seragam”. Dengan telanjang dan didepan anak berbaju sekolah, mereka “berbaju seragam”, memukul, mencekik, merampas kameraman photografer yang meliput. Dengan “ganas”, wartawan yang sudah berteriak dan mengeluarkan ID card, langsung ditendang, kemudian “dicekik”. Sementara aparat “berbaju seragam” lainnya bukan “melerai”, malah “merampas” kamera wartawan itu.

Berita ini sungguh “biadab” ditengah keinginan publik agar mereka “berbaju berseragam”, dapat menangani kejadian dengan cara-cara yang beradab. Bukan dengan cara “memukul”, “menerjang”, “mencekik”, “merampas” kamera.

Nurani publik tersentak. Publik dilihatkan bagaiamana “kekerasan” masih saja terjadi dan di tengah kerumuman masyarakat. Di depan anak “berbaju sekolahan”.

Sehingga peristiwa itu justru “memantik” reaksi publik. Dukungan dari berbagai pihak agar para pelaku “diproses” di muka persidangan menjadi headline di berbagai media massa. Hampir praktis setiap saat, berita yang berkaitan dengan pemukulan terhadap wartawan “mendominasi” pemberitaan.

Namun sungguh ironi. Entah bagaimana perkembangan terhadap peristiwa itu (apakah sudah diproses atau belum), berita kecelakaan justru “tenggelam” dan “dimeriahkan” berita pemukulan. Padahal publik memang berharap agar “para pelaku” diproses secara hukum, namun berita “kecelakaan” pesawat Hawk haruslah mendapatkan porsi yang seimbang. Berbagai penyebab “kecelakaan” haruslah tetap diungkapkan. Apakah berkaitan dengan teknologi “militer' yang sudah kuno, bagaimana perawatannya, bagaimana prosedur terhadap kecelakaan pesawat militer (apakah adanya sabotase, kelalaian terhadap sistem navigasi) atau berbagai pertanyaan yang mengganggu terus bergelantungan di pikiran kita. Kita tidak menemukan jawaban. Berita itu “tenggelam” dan sekarang entah kemana pemberitaan itu.

Begitu juga kecelakaan dilakukan oleh model panas Novi Amalia yang “menabrak” 7 orang di jalan raya. Kecelakaan yang dilakukan model panas Novi Amalia menarik perhatian publik. Publik kemudian diingatkan kecelakaan yang serupa yang menewaskan 12 orang di trotoar dekat tugu Tani. Kecelakaan ini kemudian dikenal dengan istilah “Maut di tugu tani”. Afriyani sebagai pelaku kemudian diseret dimuka persidangan terbukti lalai yang menyebabkan 12 orang mati. Persidangan “maut di tugu tani” menarik perhatian publik.

Berbagai wacana kemudian menarik perhatian ahli hukum. Kepolisian kemudian menerapkan berbagai tuduhan. Pasal yang dikenakan kepada Afriyani selain pasal-pasal yang berkaitan dengan narkotika, lalu lintas kemudian juga menerapkan pasal-pasal pembunuhan.

Wacana menerapkan pasal-pasal “pembunuhan” terhadap Afriyani memang menarik dan menjadi diskusi yang menarik. Pro dan kontra menjadi polemik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline