Lihat ke Halaman Asli

Musri Nauli

Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Logika Jonan

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Paska musibah pesawat Airasia, polemik mulai bermunculan. Dimulai dari tuduhan cukup serius seperti Airasia yang tidak memiliki izin terbang pada hari terjadinya musibah, safety penerbangan Airasia yang tidak layak, perdebatan pembayaran asuransi hingga berbagai pernik-pernik yang melingkupi peristiwa ini. Tentu saja tidak lupa dibumbui dengan kehidupan pilot yang berlatar belakang pilot tempur.

Namun yang menarik perhatian saya ketika Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (Jonan) menyatakan telah menandatangani Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) yang mengatur kebijakan tarif batas bawah minimal 40 persen dari tarif batas atas. Dengan demikian, tidak ada lagi maskapai penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) yang bisa menjual tiket murah sebagai bagian dari program pemasarannya.

Jonan berpendapat maskapai yang menjual tiket terlalu murah berpotensi mengabaikan aspek keselamatan penerbangan. Tujuannya adalah kewajaran harga tiket tersebut bisa mempertahankan unsur keselamatan dengan baik.

Reaksipun bermunculan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan tidak ada korelasi antara rendahnya harga tiket dengan faktor keselamatan penerbangan yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat. Terjadinya kecelakaan pesawat itu tidak ada hubungannya dengan harga tiket murah.

Dengan melihat kejadian musibah Airasia dengan Permenhub mengatur kebijakan tarif batas bawah minimal maka akan menimbulkan persoalan logika. Ada premis mayor “kecelakaan airasia” dan premis minor “penerbangan berbiaya rendah (LCC) dan kesimpulan (konklusi) diatur tarif batas bawah minimal. Kira-kira nyamankah logika Jonan yang hendak dibangun ?

Jonan telah menyampaikan argumentasinya “kecelakaan disebabkan karena penerbangan berbiaya rendah”.

Sekarang mari kita lihat dan kita susun premis-premis yang ada dengan konklusi yang disampaikan oleh Jonan.

Maskapai penerbangan bertarif rendah (juga dikenal sebagai maskapai penerbangan layanan minimum atau maskapai penerbangan diskon) adalah maskapai penerbangan yang memberikan tarif rendah dengan gantinya menghapus beberapa layanan penumpang yang biasa. Konsep ini diperkenalkan di Amerika Serikat sebelum menyebar ke Eropa pada awal 1990-an dan seluruh dunia.

Indonesia yang telah mengalami “booming” penumpang menggunakan pesawat terbang telah menempatkan maskapai LION sebagai LCC (Airasia milik Malaysia). Dengan memiliki berbagai jenis pesawat dari pabrikan besar saja (Airbus, ATR, dan Boeing), maka jumlah pesanan Lion Air mencapai 707 pesawat, terdiri dari 408 Boeing 737 Family, lima Boeing 787, 60 ATR 72, dan 234 Airbus A320 Family. Jika dihitung seluruhnya termasuk pesawat Hawker dan Cessna, maka jumlah pesanan Lion Air hampir mencapai 750 pesawat. Sehingga tidak salah kemudian Lion air mampu terbang minimal 700 kali sehari.

Dengan mengusung konsep penerbangan berbiaya murah (LCC), Lion Air dikenal mengurangi berbagai kenyamanan penumpang dan sering disebut-sebut sering delay”. Namun konsep LCC, hampir praktis LION air terbukti handal dan sedikit terlibat insiden kecelakaan.

Di Eropa sendiri, Banyak sekali pemain lama dan baru sebagai penyedia tiket penerbangan semurah ongkos taksi. Yang paling terkenal adalah Ryanair. Disusul EasyJet, Air Berlin, Germanwings, Tuifly.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline