Akhirnya perhelatan pemilihan Presiden RI jilid 2 di mulai. Pemilihan Presiden (Pilpres) RI jilid 1 antara Jokowi-JK versus Prabowo-Hatta tahun 2014 telah di menangkan Jokowi-JK. Pilpres jilid 2 di DKI Jakarta yang sudah pasti calonnya adalah Basuki Tjahaja Purnama yang populer dengan panggilan Ahok. Partai politik yang akan mengusungnya ialah Partai Golkar, Partai Nasdem dan Partai Hanura. Sedang penantangnya ialah Sandiaga Salahuddin Uno, yang sudah diumumkan pencalonannya tanggal 29 Juli 2019 oleh Prabowo Subianto sebagai calon Gubernur dari partai Gerindra.
Oleh karena Partai Gerindra, kursi yang dimiliki di DPRD DKI Jakarta hanya 15, maka belum memenuhi ketentuan perundang-undangan untuk mencalonkan Gubernur sendiri, sehingga harus berkoalisi dengan partai lain. Partai politik yang kemungkinan besar akan mendukung dan berkoalisi dengan Partai Gerindra ialah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memiliki kursi di DPRD DKI sebanyak 11 kursi. Kalau kedua partai politik itu berkoalisi, maka berarti mereka sudah mengantongi 26 kursi di DKI Jakarta dan memenuhi syarat untuk mencalonkan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, karena untuk mencalonkan Gubernur DKI Jakarta, sekurang-kurangnya harus memiliki 22 kursi di DPRD DKI.
PilkadaDKI Pilpres Jilid 2
Saya menyebut pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta sebagai pemilihan Presiden RI jilid 2, setidaknya ada tiga alasan yang melandasi. Pertama, Presiden Jokowi berkepentingan untuk mengamankan DKI sebagai basis utama untuk pencalonannya menjadi Presiden RI periode berikutnya tahun 2019. Walaupun belum ada pernyataan resmi dari istana bahwa Presiden Jokowi mendukung Ahok dalam pilkada 2017, tetapi publik memaknai kedekatan Ahok dengan Presiden dan adanya dukungan dari Partai Golkar, Partai Nasdem dan Partai Hanura terhadap Ahok untuk menjadi calon Gubernur DKI merupakan sinyal bahwa Presiden Jokowi merestui dan mendukung pencalonan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 2017.
Sebaliknya, Prabowo Subianto sebagai pemimpin oposisi pasti berkepentingan untuk memimpin DKI Jakarta melalui kader pilihannya untuk menjadikan DKI sebagai basis utama untuk menjamin dan memastikan pencalonannya menjadi calon Presiden RI tahun 2019.
Maka bisa dipahami, kalau Prabowo Subianto memilih Sandiaga Salahuddin Uno, kader muda, kader partai Gerindra yang bisa dipercaya, loyal, memiliki kredibilitas, dan kapabilitas sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, memiliki kemampuan keuangan membiayai kampanye pilkada untuk menantang Basuki Tjahaja Purnama yang populer dengan panggilan Ahok, sebagai petahana, yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Itu sebabnya yang dipilih bukan Yusril Ihza Mahendra menjadi calon Gubernur DKI, walaupun popularitas dan elektabilitasnya paling tinggi diantara calon yang digadang-gadang oleh Partai Gerindra untuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta.
Kedua, DKI Jakarta adalah barometer nasional. Semua kekuatan politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan dan sebagainya, berada di Jakarta, sehingga semua partai politik ingin memimpin dan menguasai DKI Jakarta sebagai basis utama untuk memimpin Indonesia. Apalagi sudah terbukti, yang menjadi Gubernur DKI Jakarta, bisa menjadi Presiden RI seperti yang dialami oleh Presiden Jokowi.
Ketiga, DKI Jakarta sangat besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu sekitar Rp 70 triliun, sehingga kader dari partai politik yang memimpin DKI Jakarta bisa menunjukkan success story dan legacy dalam membangun DKI dan akan menginspirasi daerah lain serta memberi citra positif terhadap Gubernurnya dan partai politik yang mengusungnya. Selain itu, siapapun yang memimpin DKI Jakarta, akan mendapat liputan media yang besar, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung memberi pengaruh psikologis terhadap masyarakat. Dampaknya, Gubernur DKI dan partai politik yang mengusungnya menjadi sangat populer di masyarakat Indonesia.
Siapa Calon PDIP
Sampai pagi ini, 30 Juli 2016, belum ada pengumuman dari PDIP siapa calon Gubernur DKI Jakarta yang diusung. Banyak yang menduga, Ibu Megawati Soekarnoputri akan kembali mencalonkan Basuki Tjahaja Purnama menjadi calon Gubernur DKI Jakarta.
Akan tetapi, tidak sedikit yang berharap supaya Ibu Mega mencalonkan ibu Risma menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, karena yang memiliki popularitas dan elektabilitas tertinggi sebagai penantang Ahok, selain Yusril Ihza Mahendra adalah ibu Risma, Walikota Surabaya. Bahkan belakangan ini, setelah dilakukan perombakan kabinet jilid 2, muncul aspirasi dari publik supaya Anies Baswedan diusung oleh PDIP dan partai lain menjadi calon Gubernur DKI Jakarta.