Lihat ke Halaman Asli

Musni Umar

TERVERIFIKASI

Penggusuran Pasar Ikan Luar Batang Ciptakan "Manusia Perahu"

Diperbarui: 4 April 2017   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Puluhan warga Pasar Ikan terpaksa tinggal di perahu nelayan. Kebanyakan warga berprofesi sebagai nelayan.(Kompas.com/David Oliver Purba)"][/caption]Saya bersyukur setelah 3 (tiga) hari berlalu penggusuran “Pasar Ikan”, pada tanggal 14 April 2016, INews TV menjemput saya di Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Rawamangun Jakarta Timur,  untuk kembali menjadi narasumber di TKP penggusuran “Pasar Ikan”,  yang pada hari Senin, 11 April 2016 pukul 04.00 subuh, saya dijemput TV ONE untuk menjadi narasumber dalam siaran langsung di TKP penggusuran “Pasar Ikan” Luar Batang, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Rasa syukur yang tak terhingga saya ucapkan. Setelah menjadi narasumber yang disiarkan langsung INews TV dari TKP Pasar Ikan, pada pukul 19.30 WIB walaupun saya agak terlambat karena macet, saya tampil pula di Jak TV bersama Ridwan Saidi, budayawan terkemuka.

Saya juga sangat bersyukur karena dijemput lebih awal oleh driver INews TV sehingga bisa shalat Ashar berjamaah di masjid yang keramat, yang dibangun Sayid Husein bin Abubakar Alaydrus tahun 1739. Alhamdulillah pada saat shalat berjamaat bersama masyarakat setempat di masjid tersebut, saya berada di barisan paling depan (di belakang imam).   

Lebih bersyukur lagi, sebelum shalat Ashar berjamaah di Masjid Keramat Luar Batang itu, saya berkesempatan melihat langsung “manusia perahu” di kawasan itu, yang amat menyedihkan hati saya. 

Manusia Perahu   

Salah satu dampak negatif dari penggusuran “Pasar Ikan” Luar Batang, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara ialah lahirnya “Manusia Perahu”. “Manusia Perahu” pada awalnya dialami “suku Bajo” yang secara turun-temurun kehidupan mereka di laut. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan “Perahu”. Mereka tidak punya tempat tinggal permanen. Tempatnya yang permanen di “perahu” sehingga sering disebut “Manusia Perahu”. Kalaupun punya rumah, pada umumnya rumah panggung yang dibangun di laut.

Warga Pasar Ikan yang digusur, pada umumnya profesi mereka adalah nelayan.  Walaupun begitu, mereka mempunyai tempat tinggal yang permanen, walaupun sederhana. Ketika rumah tempat tinggal mereka digusur oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 11 April 2016, tidak semua pindah di Rusun Marunda, Jakarta Utara, dan di Rusun Rawa Bebek, Jakarta Timur.

Setidaknya ada lima alasan yang mendasari mereka tidak pindah di Rumah Susun (Rusun) Marunda dan Rawa Bebek. Pertama, Rusun tidak cukup untuk menampung warga Pasar Ikan yang digusur. Hal tersebut dikemukakan Ujang Syukri, Ketua RT yang telah digusur tempat tinggalnya kepada saya (14/4/2016).

Kedua, Rusun tidak layak huni yang disiapkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kamar di Rusun itu bocor, kotor, tidak ada jendela dan pintu. Bahkan di Rusun Rawa Bebek, luasnya hanya 3 x 7 meter, hanya satu ruangan, kamar mandi tidak ada WC. Itu dikemukakan warga kepada saya (14/4/2016).

Ketiga, jauh dari tempat mereka mencari nafkah. Ujang Syukri mengemukakan, dari Pasar Ikan ke Rusun Marunda misalnya memerlukan 3 (tiga) kali ganti kendaraan umum. Warga yang digusur tidak sanggup karena hasil dari menangkap ikan tidak menentu, ada kalanya dapat, bisa juga tidak dapat.

Keempat, tidak ada pekerjaan di Rusun yang disiapkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mereka harus makan tiap hari, dari mana dapat uang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline