Lihat ke Halaman Asli

Musni Umar

TERVERIFIKASI

Pilkada DKI 2017 yang Jurdil, Demokratis dan Damai

Diperbarui: 28 Februari 2016   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Musni Umar bersama Wilson dari MetroTV usai wwcr di Istana Negara (25/2/2016)"][/caption]

Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai dengan namanya “daerah khusus” memiliki kedudukan dan karakteristik (sifat khas) yang amat berbeda dengan daerah lain di Indonesia.

Setidaknya, DKI Jakarta mempunyai 10 karakteristik.  Pertama, ibukota negera Republik Indonesia. Maka kiblat seluruh pemerintah daerah dan masyarakat Indonesia adalah Jakarta.

Kedua, pemimpin tertinggi di Indonesia yaitu Presiden dan Wakil Presiden berkantor dan bertempat tinggal di Jakarta.  Ketiga, semua pemimpin lembaga tinggi negara berkantor dan mayoritas berdomisili di Jakarta.

Keempat, menteri sebagai pembantu Presiden dan pemimpin kementerian, semuanya berkantor dan berdomisili di Jakarta.  Kelima, Panglima TNI dan Kapolri sebagai penanggungjawab pertahanan dan keamanan di Indonesia berdomisili dan berkantor di Jakarta.

Keenam, semua perwakilan negara-negara sahabat di seluruh dunia berkantor dan berdomisli di Jakarta.  Ketujuh, semua partai politik dan para pemimpinnya, mayoritas berkantor dan berdomisili di Jakarta.  Kedelapan, semua organisasi kemasyarakatan yang besar berpusat atau mempunyai perwakilan di Jakarta.

Kesembilan, semua suku bangsa dan agama, ada dan ramai di Jakarta.   Kesepuluh, Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang mempunyai anggaran pendapatan dan belanja daerah terbesar di Indonesia. Selain itu, 70-80 persen, uang nasional berputar di Jakarta.

Dengan demikian, sangat wajar dan rasional kalau semua kekuatan politik, sosial, ekonomi, dan agama, ingin menguasai Jakarta. Apalagi ada pandangan bahwa DKI Jakarta adalah “naganya” Indonesia, kalau menguasai Jakarta, berarti telah menguasai 60 persen Indonesia.

Koordinasi Penting

Besarnya kepentingan berbagai kelompok untuk menguasai DKI Jakarta melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada), memgandung konsekuensi tingginya “potensi konflik” dalam Pilkada.

Untuk mencegah terjadinya “konflik politik” dalam perebutan DKI 1 dalam Pilkada 2017, maka merupakan conditio sine quanon adanya koordinasi yang baik antara KPUD sebagai pelaksana Pilkada dengan Bawaslu sebagai pengawas pilkada, aparat keamanan, kesbangpol, ormas, tokoh agama, media, dan kampus atau cendekiawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline