Lihat ke Halaman Asli

Musni Umar

TERVERIFIKASI

36 Tahun Kampus Kuning “Pemasungan Demokrasi dan Pengkhianatan Reformasi di Indonesia”

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanggal 21 Januari  2014 yang lalu, adalah hari yang amat bersejarah bagi seluruh aktivis pergerakan mahasiswa di Indonesia, karena genap 36 tahun, tepatnya 21v Januari 1978  tentara yang saat itu disebut ABRI menyerbu dan masuk ke berbagai kampus di seluruh Indonesia untuk menangkap para pimpinan dewan mahasiswa/senat mahasiswa untuk mengamankan kampus yang dianggap sebagai pusat perlawanan terhadap rezim Orde Baru.

Untuk menghentikan perlawanan para mahasiswa, dilakukan pembubaran dewan mahasiswa dan senat mahasiswa (DM/SM) yang para pimpinannya dipilih secara demokratis, serta dilakukan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan dibentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang dipimpin Rektor Bidang Kemahasiswaan.

Para pimpinan mahasiswa di DKI Jakarta, ditahan berbulan-bulan lamanya di Kampus Kuning yaitu suatu barak tentara di Bekasi yang dicat kuning. Dalam perkembangannya, ada yang menunjuk Kolonel TNI Eddie M. Nalapraya, sebagai Rektor Kampus Kuning, yang saat itu menjadi Asintel Kodam V Jaya, yang mengeksekusi penahanan seluruh pimpinan dewan mahasiswa/senat mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta di DKI Jakarta.

Pemasungan Demokrasi

Sejatinya demokrasi bermakna “pemerintahan rakyat”. Melalui pemilu yang demokratis, rakyat memilih para wakilnya untuk duduk di parlemen (legislatif) pada semua tingkatan untuk mewakili kepentingan rakyat yang telah memilih mereka.

Akan tetapi, Indonesia dibawah rezim Orde Baru, tidak ada demokrasi. Pemilu memang dilaksanakan sebanyak 7 (tujuh) kali, tetapi sebelum pemilu, sudah dapat dipastikan pemenangnya adalah Golkar.

Golkar yang didukung oleh tiga kekuatan utama di Indonesia yaitu jalur A (ABRI/TNI), jalur B (Birokrasi) dan jalur G (Golkar) menjadi single majority selama 32 tahun Orde Baru berkuasa.

Untuk mengamankan kekuasaan Orde Baru yang otoriter, ABRIsekarang disebut TNI terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan dominan untuk mewujudkan stabilitas keamanan.

Siapa saja yang mengeritik dan berdemonstrasi, akan dianggap mau merongrong kewibawaan pemerintah, dan ABRI akan tampil di depan untuk bertindak dengan dasar untuk menjaga stabilitas nasional.

Oleh karena itu, masuknya tentara ke dalam kampus untuk menangkap para pimpinan mahasiswa, dan pemerintah membubarkan dewan mahasiswa/senat mahasiswa, adalah dalam rangka mengemban tugas menjaga stabilitas nasional yang merupakan salah satu dari trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan, stabalitas, dan pemertaan.

Akan tetapi, tanpa disadari bahwa langkah yang diambil ABRI (TNI) pada masa itu merupakan lembaran hitam dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Pertama, bibit-bibit demokrasi yang disemai dan ditumbuhkan para mahasiswa, dibawah laras sepatu dan sangkur senjata dikubur sedalam-dalamnya.

Kedua, institusi demokrasi yang dibangun para mahasiswa di kampus melalui dewan mahasiswa/senat mahasiswa dibubarkan begitu saja dan dibentuk badan koordinasi kemahasiswaan (BKK) yang sepenuhnya dikendalikan aparat keamanan.

Ketiga, kebebasan berpendapat melalui tulisan, diskusi, dialog secara bebas dan demonstrasi diharamkan.

Ketiga hal tersebut menimbulkan kerugian bagi bangsa Indonesia karena sarana pembelajaran berdemokrasi yang dibangun di berbagai kampus diberangus begitu saja, sehingga tidak ada pengalaman dalam berdemokrasi baik di berbagai kampus maupun di masyarakat.

Selain itu kerugian bagi rezim Orde Baru, karena para aktivis pergerakan mahasiswa dan berbagai organisasi tanpa bentuk (OTB) melakukan berbagai kegiatan untuk melawan rezim Orde Baru dibawah tanah yang sulit dideteksi oleh penguasa.

Perjuangan Melawan Rezim Orde Baru

Mereka yang terlibat dalam pergerakan dewan mahasiswa/senat mahasiswa 77/78, dianggap melawan rezim Orde Baru, sehingga di blacklist yaitu masuk daftar orang-orang yang tidak disukai.

Oleh karena mereka di black list, maka tidak bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai BUMN, anggota DPR atau DPRD, dan semua institusi yang terkait yang dikontrol oleh pemerintah, juga tidak bisa pergi keluar negeri, kecuali beberapa orang yang menurut pengakuan Laksamana TNI Purn Soedomo setelah terjadi reformasi, saya dan teman-teman dari Kampus Kuning sempat menemui dikediamannya di kawasan Pondok Indah Jakarta Selatan. Beliau bercerita dan menyebut beberapa orang yang diberi dispensasi keluar negeri untuk belajar, bahkan diberi dana untuk biaya studi di luar negeri.

Akibat di black list, maka pada umumnya para mantan pimpinan dan aktvis dewan mahasiswa/senat mahasiswa tahun 77/78 banyak yang kehidupan ekonominya sulit karena dicekal di mana-mana.Namun ada juga yang bisa meloloskan diri karena menjadi kolaborator rezim Orde Baru.

Akan tetapi, kesulitan hidup yang dialami sebagian besar para aktivis dewan mahasiswa/senat mahasiswa tidak pernah surut dan berhenti dalam perjuangan melawan rezim Orde Baru. Soliditas, persatuan dan kesatuan terbentuk dengan membangun aliansi dengan berbagai pergerakan, yang puncaknya melahirkan reformasi tahun 1998.

Pengkhianatan Terhadap Reformasi

Lahirnya Orde Reformasi tahun 1998, merupakan perjuangan panjang dari para mahasiswa tahun 1974 (Malari),  tahun 1978 (Penangkapan dan pembubaran DM/SM) dan perjuangan berbagai organisasi tanpa bentuk (OTB) serta para mahasiswa tahun 1997/1998 yang terkristalisasi sebagai gerakan masif bersama rakyat dalam melawan rezim Orde Baru yang represif, otoriter dan korup, yang mencapai puncaknya tahun 1998 yang melahirkan reformasi.

Akan tetapi setelah rezim Orde Baru tumbang, muncul aktor-aktor baru yang ganti baju, yang tidak lain adalah bagian dari rezim Orde Baru. Sempat muncul KH. Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri di puncak kekuasaan, tetapi antek-antek rezim Orde Baru membentuk partai baru sebagai kendaraan politik, lalu  melakukan konsolidasi dan akhirnya melalui pemilu tampil kembali ke panggung kekuasaan.

Namun sangat menyedihkan, terjadi pengkhianatan terhadap hasil perjuangan para mahasiswa. Pertama, dari aspek politik, rakyat melakukan demokrasi melalui pemilu yang demokratis, tetapi hasilnya tidak memberi manfaat ekonomi dan sosial bagi rakyat jelata, tidak berlaku adagium bahwa demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, tetapi dari rakyat oleh elit untuk elit. Akibatnya, rakyat tetap susah hidupnya bahkan semakin susah dibanding masa Orde Baru. Pada hal Orde Baru dijatuhkan oleh mahasiswa dan rakyat karena KKN.

Kedua, dari aspek sosiologi, rakyat jelata terus berada dalam kemiskinan, kemelaratan dan kesengsaraan, tidak memperoleh manfaat dari pelaksanaan demokrasi politik menjadi demokrasi ekonomi. Rakyat bahkan semakin bertambah susah hidupnya karena sembilan bahan pokok (sembako) bertambah mahal harganya, pendidikan dari sebagian besar rakyat Indonesia tidak meningkat, dan lapangan pekerjaan semakin sulit mendapatkannya.

Ketiga, dari aspek ekonomi, pembangunan di era Orde Reformasi, hanya semakin memperkaya orang-orang kaya dan para penguasa, sementara rakyat tidak mendapat kemajuan sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Keempat, dari aspek hukum, keadilan bagi orang-orang miskin belum wujud dan tegak di segala bidang terutama di bidang sosial, ekonomi dan hukum.

Kesimpulan

Pemasungan demokrasi yang ditandai dengan penangkapan para pimpinan dewan mahasiswa/senat mahasiswa, pembubaran dewan mahasiswa/senat mahasiswa serta pemberlakuan normalisasi kehidupan kampus dan pembentukan badan koordinasi mahasiswa yang dilakukan rezim Orde Baru telah berusia 36 tahun, tetapi spirit perjuangan yang dikobarkan para pimpinan dewan/senat mahasiswa pada masa itu masih tetap relevan dan penting untuk terus disuarakan dan diperjuangkan perwujudannya.

Perjuangan para mahasiswa yang panjang telah melahirkan reformasi, tetapi telah dikhianati para penguasa. Mereka menggadaikan kekayaan alam Indonesia kepada pihak asing tidak untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat, mereka hidup mewah di tengah sebagian besar rakyat masih bergelimang dalam kemiskinan, kemelaratan dan keterkebelakangan.

Slogan KKN yang merupakan akronim dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) untuk menumbangkan Presiden Soeharto dan rezim Orde Baru, ternyata terus diamalkan para pemimpin pemerintahan dan pejabat negara di era Orde Reformasi.

Untuk mengakhiri pengkhianatan terhadap hasil perjuangan para mahasiswa yang melahirkan reformasi, maka merupakan conditio sine quanon adanya perubahan rezim.

Pemilu 2014 diharapkan merupakan pintu gerbang untuk melakukan perubahan.Namun, perubahan tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan mahasiswa, para mantan aktivis dewan mahasiswa/senat mahasiswa, para aktivis pergerakan dari masa ke masa, tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat sipil dan seluruh rakyat Indonesia.

Musni Umar adalah Sosiolog, mantan aktivis dewan mahasiswa/senat mahasiswa yang ditahan 7 (tujuh) bulan dan di blacklist selama 15 tahun lamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline