Sejak hari pertama didengar kesaksian para saksi yang dihadirkan penggugat, saya sudah menulis di Kompasiana bahwa Prabowo-Hatta gagal menghadirkan saksi yang berkualitas, dan saya sudah memprediksi bahwa gugatan Prabowo-Hatta akan ditolak MK. Bahkan Refly Harun, pakar hukum tata negara mengemukakan seperti ditulis di running text Metro TV bahwa 99 % gugatan Prabowo-Hatta akan ditolak MK.
Prediksi itu menjadi kenyataan setelah para hakim MK bergantian membaca putusan MK yang mengadili sengketa pemilihan Presiden yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta.
Pasangan nomor urut 1 ini melalui penasehat hukumnya, pertama, gagal menghadirkan saksi yang berkualitas yaitu yang mendengar, melihat dan mengalami yang didalilkan penggugat.
Kedua, gagal menghadirkan bukti tertulis yang bisa meyakinkan hakim, kalau gugatan penggugat dipenuhi bisa merubah perolehan suara Jokowi-JK yang menurut hasil perhitungan manual (real count) yang dilakukan KPU yang ditetapkan pada 22 Juli 2014 bahwa Jokowi-JK memperoleh dukungan suara 53,15% sedang Prabowo-Hatta 46,85%.
Gugatan Gagal Dibuktikan
Adapun gugatan Prabowo-Hatta yang gagal dibuktikan antara lain, pertama,
perhitungan Real Count hasil Rekapitulasi suara Pilpres 2014 tim koalisi merah-putih yang menyebutkan bahwa Prabowo-Hatta memperoleh suara 50,26% atau 67.139.153 suara, sedang Jokowi-JK sebanyak 49,47% atau 66.435.124 suara.
Para saksi yang dihadirkan penggugat dan bukti-bukti tertulis yang disampaikan ke MK, Prabowo-Hatta tidak bisa membuktikan bahwa hitungan mereka lebih benar ketimbang hitungan yang dilakukan KPU.
Kedua, kecurangan pilpres yang terstruktur, sistimatis dan masif (TSM) yang dituduhkan penggugat yang dilakukan KPU di 52.000 TPS dengan potensi kecurangan suara sebanyak 21 Juta suara dan MK harus menyatakan Pemilu tidak sah dan meminta KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 52.000 TPS tersebut, tidak bisa dibuktikan Prabowo-Hatta melalui saksi-saksi dan bukti-bukti tertulis yang dapat memberi keyakinan kepada MK bahwa pilpres telah dilakukan dengan kecurangan yang TSM.
Majelis hakim MK dalam pertimbangannya menyisihkan tuntutan Prabowo-Hatta karena bukti-bukti yang dikemukakan lemah dan tidak ditemukan penyelewengan yang dilakukan KPU secara terstruktur, sistimatis dan masif (TSM).
Ketiga, telah terjadi mobilisasi massa pemilih di sejumlah 5.800 TPS di DKI Jakarta dan di 6 Kabupaten/kota di Jawa Timur. Tim Prabowo-Hatta menyatakan mereka memiliki 1.200 saksi yang dapat membuktikan hal ini. Prabowo-Hatta melalui tim pengacaranya menyatakan bahwa Pemilu harus dinyatakan tidak sah dan melakukan pemilihan susulan (PSU) di sejumlah daerah-daerah tersebut.
Penggugat sama sekali tidak bisa membuktikan, 1) siapa yang memobilisasi massa, 2) massa yang dimobilisasi memilih nomor urut 2.
Hakim MK dalam pertimbangannya mengemukakan bahwa pemilih non daftar pemilih (DP) tidak diketahui memilih calon mana. Selain itu, termohon dan pihak lain tidak ada bukti melakukan mobilisasi massa untuk memenangkan pihak lain. Dengan demikian, dalil pemohon mengada-ada dan tidak akurat.