Lihat ke Halaman Asli

Musni Umar

TERVERIFIKASI

Kita Mau Dibawa ke Era Orde Baru Dalam Memilih Kepala Daerah

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hampir pasti koalisi Merah-Putih di parlemen (DPR RI) yang jumlahnya sekitar 63 persen akan berhasil menggolkan perubahan UU Pemerrintahan daerah, di mana kepala daerah kembali dipilih oleh anggota DPRD. Tidak lagi dipilih langsung olah rakyat di daerahnya.

Sebelum merubah UU Pemerintahan Daerah, sebaiknya dilakukan kajian mendalam dengan mengundang para pakar yang pro pemilihan langsung dan anti pemilihan langsung untuk berdiskusi dalam upaya mencari keluar yang terbaik.

Setidaknya ada 5 (lima) pertimbangan yang harus diperhatikan sebelum memutuskan untuk kembali ke sistem lama yaitu pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Pertama, alasasan sosiologis. Masyarakat pasti menolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD karena mengebiri hak demokrasi mereka. Ini bisa menimbulkan ketidak-percayaan (distrust) rakyat terhadap sistem yang dikembangkan karena dilakukan dengan trial and error. Kalaupun sistem pemilukada mau dirubah sebaiknya melalui referendum. Bukan ditentukan partai-partai politik yang tergabung dalam koalisi Merah-Putih.

Kedua, alasan politik. Dalam demokrasi yang berdaulat adalah rakyat, maka rakyatlah sebagai pemegang kedaulatan (kekuasaan) yang memilih kepala daerah melalui pemilihan umum kepala daerah bukan anggota DPRD. Ini hasil perjuangan gerakan reformasi yang melahirkan Orde Reformasi, yang sebaiknya dipertahankan.

Ketiga/strong>, alasan ekonomi. Memang pemilukada menimbulkan biaya yang mahal, sehingga menguras uang negara, tetapi dengan putusan MK untuk dilakukan pemilu serentak, maka sebenarnya biaya pemilukada bisa dihemat dalam jumlah yang besar. Maka tidak bisa diterima dengan alasan ekonomi untuk mengembalikan pemilukada ke DPRD karena memboroskan anggaran karena sudah ada jalan keluar melalui pemilu serentak.

Keempat, alasan konstitusi. Memang dalam sila keempat dari Pancasila mengamanatkan demokrasi perwakilan. Kita semua setuju, tetapi khusus dalam memilih pemimpin, sesuai asas demokrasi yang kita anut, maka suka tidak suka dan mau tidak mau harus dipilih langsung oleh rakyat yang sudah memenuhi syarat. Tidak boleh diwakilkan.

Kelima, alasan hukum dan legitimasi. Sangat berbahaya dalam kondisi Indonesia, dimana hukum masih tumpul ke atas, jika pemilihan kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD. 1) Suap dan politik uang akan semakin marak dan merajalela. 2) Legitimasi anggota DPRD minim karena terpilihnya mereka diduga banyak diwarnai politik uang. 3) Legitimasi pemimpin yang dipilih akan rendah karena rakyat tidak merasa ikut memilih. 4) Akan lahir pemimpin daerah yang yang tidak pro rakyat karena dia merasa dipilih bukan rakyat tetapi anggota DPRD. 5) Bangsa Indonesia akan kembali ke era Orde Baru bahkan akan semakin buruk karena tidak ada kekuatan yang mengontrol seperti di era Orde Baru.

Kesimpulan

Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan kepala daerah sebaiknya ditimbang, didiskusikan, disosialisasikan dan bahkan diminta pendapat umum (referendum) kepada rakyat, supaya jangan ada kesan trial and error dalam berbangsa dan negara.

Koalisi Merah-Putih jangan karena kalah dalam pemilihan Presiden, kemudian menciptakan ketidak-pastian dalam politik, berpikirlah untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara untuk jangka panjang.

Menurut saya, mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD saat ini lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Kalau mau melakukan perubahan sistem, lakukan referendum untuk meminta pendapat rakyat, karena yang berdaulat (berkuasa) adalah rakyat bukan partai-partai politik yang tergabung dalam koalisi Merah-Putih.

Wallahu a'lam bisshawab




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline