Lihat ke Halaman Asli

Musni Umar

TERVERIFIKASI

Musni Umar 2014 Marak Prahara Anak Durhaka

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sabtu, 3 Januari 2015 pukul 22.30 wib dalam program SudutPandang MetroTV, disiarkan liputan hasil wawancara presenter Fifi Aleyda Yahya dengan nenek Fatimah (90 tahun) yang digugat 1 milyar oleh Nurhana, putri kandungnya dan Nurhakim, mantunya.

Juga disiarkan hasil wawancara dengan Ibu Titin Suhartini, yang digugat anak kandugnya Princess Santang, supaya keluar dari rumah yang ditempati ibu kandung beserta 6 (enam) orang saudara kandungnya yang sebagian masih kecil. Saya menjadi narasumber sebagai sosiolog, dan seorang lagi pakar hukum.

Dalam tahun 2014 terjadi prahara anak durhaka yang membuat kita merinding karena banyak anak yang melakukan kepada orang tuanya diluar dari kebiasaan seperti menggugat orang tua ke pengadilan, mengusir dari rumah, menghina orang tua dengan mengatakan bodoh, orang kampung, mencacimaki ibu dan bahkan ada yang tega melaporkan ibunya ke polisi. Sebagian besar motifnya adalah ekonomi, ingin menguasai harta milik orang tuanya.

Kasus anak durhaka dengan sebutan “malin kundang”, melalui pemberitaan media terungkap banyak kasus serupa dihampir seluruh Indonesia, sehingga dapat dikatakan sebagai “puncak gunung es”, karena banyak sekali “malin kundang-malin kundang di abad 21, yang memggugat orang tua demi merebut hartanya.

Kasus menghebohkan di Tangerang-Banten, yang masih segar dalam ingatan karena mendapat liputan media yang luas dan sorotan tajam dari publik, yaitu nenek Fatimah (90 tahun) digugat 1 milyar oleh putrinya Nurhana dan mantunya Nurhakim. Anaknya menuduh ibu kandungnya berbohong dan menyerobot tanah yang ditempati sekarang.
Seperti Puncak Gunung Es.

Menurut nenek Fatimah, dia sudah membayar Rp 10 juta tanah yang ditempati, yang disaksikan suaminya yang sudah meninggal dan tiga anaknya. Atas pembayaran itu, maka mantunya Nurhakim menyerahkan sertifikat tanah atas namanya.

Hanya tidak punya bukti tertulis bahwa nenek Fatimah sudah membayar tanah yang ditempati, karena Nurhakim yang berpendidikan hukum dan mantan Kalapas di suatu Provinsi di Kalimantan, beranggapan tidak perlu ada kwitansi karena transaksi anak dan orang tua sendiri. Begitu juga sertifikat tanah atas nama Nurhakim yang diserahkan ke mertuanya, tidak perlu balik nama karena masih keluarga sendiri yaitu anak, mantu dan mertua.

Belakangan, Nurhana dan Nurhakim menuduh nenek Fatimah, yang tidak lain adalah ibu kandung sendiri dan mertuanya sudah berbohong, karena mengatakan sudah membayar harga tanah, pada hal belum. Buktinya tidak ada, sehingga menuntut untuk dikembalikan sertifikat tanah, dan meminta ganti rugi 1 milyar rupiah.

Untung saja dalam persidangan di PN Tangerang, hakim memenangkan nenek Fatimah. Tetapi, Nurhana dan Nurhakim tidak mau menerima, sehingga naik banding.

Begitu juga kasus di kota Bogor, Ibu Titin Suhartini, digugat oleh anak kandungnya Princess Santang di PN Bogor untuk keluar dari rumah yang ditempati, karena dalam sertifikat tanah yang tercantum adalah atas namanya dan bapaknya. Pada hal rumah itu adalah harta gono-gini yang diperoleh bapaknya dan ibunga sebelum bercerai. Sekarang rumah tersebut dihuni 6 (enam) adik-adiknya yang sebagian masih kecil.

Bukan saja Princess Santang menggugat ibu kandungnya di pengadilan, tetapi juga menghina sebagai orang kampung dan miskin. Selain itu, mencaci-maki, meneror dan mengusir ibu dari rumah melalui media sosial. Juga ibu Titin mengemukakan kepedihan dan penderitaan yang dialami karena suka dimarahi dan dipukuli suaminya tanpa alasan yang jelas, terutama setelah suaminya kawin lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline