Lihat ke Halaman Asli

Komunitas Muslimah Rindu Surga

Berkarya Melalui Tulisan Untuk Ridha Allah Swt

UU Ciptaker, Regulasi untuk Siapa?

Diperbarui: 10 November 2020   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seakan masih lekat dalam ingatan, pada 5 oktober lalu palu sidang diketuk tanda disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR, sebelumnya beberapa peserta sidang walk out yaitu Fraksi Demokrat karena tidak sepakat dengan apa yang dicantumkan dalam RUU Ciptaker (jakbarnews.pikiran-rakyat.com). Jauh-jauh sebelumnya juga UU Ciptaker manakala masih menjadi RUU pun menuai banyak protes dari berbagai pihak antaralain tentang upah kerja, jam kerja, pekerja kontrak, pesangon, lingkungan dan sebagainya.

Begitu kontroversinya UU Ciptaker ini, sampai-sampai setelah disahkan memunculkan demo di mana-mana, tak habis 2 atau 4 hari tapi berhari-hari bahkan satu pekan gelombang demo masih saja ada. Begitu kontroversinya UU Ciptaker ini sampai setelah disahkan saja draft UU yang beredar memiliki banyak versi yang jika ditelusuri terdapat beberapa perubahan (tempo.co).

Sungguh mengherankan di tengah pandemi yg belum juga usai, DPR dan pemerintah dikebut untuk segera mengesahkan UU ini, penolakan dari publik pun seperti angin lalu. Maka untuk siapa sebenarnya UU Ciptaker ini dibuat ?

Bisa jadi untuk memuluskan kepentingan kelompok tertentu yaitu investor, kaum kapitalis baik lokal maupun asing. Seperti yang pernah disampaikan Presiden Jokowi bahwa penyusunan UU itu dinilai penting untuk menyederhanakan sejumlah kendala regulasi yang ada, agar realisasi investasi di dalam negri meningkat (kompas.com).

Munculnya undang-undang semacam ini tidak mewakili kepentingan/kemaslahatan masyarakat, hal ini bisa saja terjadi dalam sistem demokrasi. Landasan dibuatnya suatu Undang-undang atau Rancangan undang-undang berasal dari pikiran manusia dan dibuat oleh manusia bukan atas pertimbangan yang mendasar tentang benar salah tapi dengan pertimbangan yang subjektif dan tidak terlepas dari pihak-pihak yang ada di belakang pengusulnya.

Di dalam Islam, kesewenang-wenangan penguasa seperti dalam sistem demokrasi tidak akan terjadi. Misalnya sistem akad bagi pekerja kontrak dengan yang memperkerjakan. Dalam Islam, posisi orang yang bekerja dengan orang yang memperkerjakan adalah sama. Sisi tawar yang sama dibangun atas dasar kerelaan dan keridhoan.

Negara dalam hal ini hadir untuk memastikan posisi tawar agar tidak menguntungkan salah satu pihak. Di sisi lain negara juga hadir untuk memenuhi segala kebutuhan pokok masyarakat seperti pendidikan, kesehatan yang diberikan secara gratis dan berkualitas. Sehingga para pekerja bisa benar-benar menikmati upah kerjanya, tanpa harus menyisihkan untuk keperluan pendidikan, kesehatan dll.

Pemimpin negara dalam Islam adalah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif secara mutlak. Namun tetap  dibatasi oleh kekuasaan tertinggi yaitu syariat Islam, sehingga dalam Islam regulasi berlaku akan membawa keadilan bagi semua pihak.

Oleh karena itu, sebagai negeri dengan umat muslim terbesar di dunia, layakkah jika kita sebagai bangsa Indonesia berharap pada para wakil yang jauh dari kata merakyat? Pengesahan UU Ciptaker yang terburu-buru ini serta rangkaian demo yang makin hari makin tak didengar seakan menjadi bukti nyata bahwa setiap undang-undang yang dibidani oleh sistem demokrasi hanya akan memuluskan pihak-pihak yang berkepentingan.

Sudah seharusnya umat bangkit dan menyerukan penerapan aturan yang sesuai dengan contoh dari teladan kita, Muhammad saw. Sehingga regulasi yang dibuat tentu akan mempertimbangkan kebutuhan, hak dan kewajiban dari pihak-pihak terkait, bukan regulasi yang memuluskan jalan bagi pihak tertentu saja.

Wallahu a'alam bishawab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline