Lihat ke Halaman Asli

Kesombongan di Balik Pesawat Kepresidenan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanggal 10 April 2014 lalu, Indonesia melalui pemerintahan SBY telah mendaratkan pesawat Kepresidenan Republik Indonesia di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Pesawat VIP yang dibanderol Rp. 840 miliar ini diset dengan konfigurasi mewah dan memiliki kamar tidur utama yang dilengkapi toilet shower, ruang konferensi, ruang makan dan ruang tamu. Pesawat kepresidenan ini menjadi pesawat presiden pertama kalinya sejak 69 tahun merdeka.

Tidak cukup dikejutkan dengan harga fantastis pesawatnya, mulut kita pun akan dibuat menganga jika mendengar biaya lain yang menyertainya. Pembangunan hangar senilai Rp. 500 miliar, perawatan komponen, perawatan kabin, pembelian suku cadang pesawat, pembiayaan perawatan oleh pihak swasta, dan lainnya, tentu makin mengungkit neraca pengeluaran negara ini. Ingat, pesawat ini dibeli oleh uang negara, bukan dari kocek SBY!

Jika ditelusuri lebih dalam, tidak semua negara memiliki pesawat kepresidenan seperti Indonesia. Hanya ada beberapa negara yang memilikinyam itupun sebagian besar negara maju layaknya Amerika, Inggris dan Rusia. Pertanyaannya adalah adakah korelasi pengadaan pesawat kepresidenan ini bagi kemajuan dan kesejahteraan Indonesia? Daripada memberikan kenyamanan bagi beberapa pejabat saja, mending focus kepada pengadaan alusista untuk menjaga kedaulatan negara. Seperti penambahan armada sukhoi untuk ditempatkan di beberapa pangkalan udara terluar dari Indonesia. Atau dijadikan subsidi kesehatan daripada harus menyiksa rakyat dengan sistem JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang kental dengan kongkalikong para kapitalis asuransi.

Pemerintah beralasan bisa berhemat dengan menggunakan pesawat ini, namun fakta membuktikan (sesuai pernyataan Mensesneg), pesawat kepresidenan dibeli agar Indonesia bisa lebih pede dan membusungkan dada di depan negara lain. Selain itu pemerintahan SBY berhasil menorehkan sejarah bagi anak cucu bahwa era kepemimpinannya lah Indonesia mampu membeli dan memilik pesawat kepresidenan. Ada yang aneh dengan pernyataan pak mensesneg ini, punya pesawat jadi bisa sombong? Tidak malu apa dengan peringkat pendidikan Indonesia yang hampir menduduki peringkat buncit, kalah dengan negara kecil seperti Singapura dan Malaysia. Masih bisa berbangga diri dengan hutang negara yang menembus 3000 T? Membusungkan dada di negara lain sedang pendidikan dan kehidupan rakyat jauh dari kata sejahtera?

Membusungkan dada itu kalau bisa memutus kontrak karya dan mengambil alih tambang emas Freeport, berbangga diri itu silakan jika tidak ada lagi 13 juta anak putus sekolah dan 100% rakyat Indonesia sejahtera. Menorehkan sejarah bisa saja jika SBY mampu mereformasi kedaulatan di tangan rakyat menjadi kedaulatan di tangan hukum syariat Allah. Inilah ironi demokrasi, baik buruk menjadi relatif dan tentatif. Jadi, bisa dipastikan Indonesia sesungguhnya tidak perlu pesawat kepresidenan. Wallahua’lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline