Lihat ke Halaman Asli

THR, Gaji ke 13, dan Hilangnya Kesetiakawanan Sosial Bangsa

Diperbarui: 6 Juni 2018   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi (dokpri)

Siang begitu terik. Bagi sebagian orang, siang adalah waktu istrirahat. Apalagi bulan puasa. Banyak yang lebih memilih berada di dalam ruangan, ngadem, atau tiduran di musala kantor. Sambil berharap sore segera menjelang.

Tapi tidak bagi Sarwono, ia takkenal lelah menawarkan dagangan coweknya. Setiap berpapasan dengan orang, ia selalu tersenyum sembari menawarkan peralatan masak  paling utama bagi kaum hawa itu. Hatinya penuh harap pada orang-orang yang ditemui cowek di rumah mereka rusak, dan lantas membeli dagangannya.

Panas matahari dan keringnya kerongkongan siang itu tak begitu ia pedulikan, yang ia ingat adalah wajah-wajah anak dan istrinya menunggu di rumah penuh harap dirinya sebelum lebaran pulang kampung membawa uang lebih. Semua kebutuhan seolah menggantung di momen lebaran.  Baju anak, perabot rumah, perlengkapan  serta biaya sekolah, dan berbagai remeh temeh kebutuhan lain seolah harus terselesaikan saat lebaran.

Lebaran memang menjadi momen bagi banyak orang untuk saling membahagiakan. Suami membahagiakan istri dan anak-anaknya. Begitu pula sebaliknya. Anak-anak membahagiakan orang tua, saudara, kerabat, dan orang-orang terdekatnya.

Atasan membahagiakan bawahan, pimpinan membahagiakan karyawan, dan majikan membahagiakan rewang.  Sunatullohnya memang begitu.

Nah berbahagialah Anda yang bekerja pada sektor formal, ASN, pegawai BUMN, TNI/Polri, pegawai perusahaan swasta mapan, dan sebangsanya. Kebahagiaan  Anda benar-benar dijamin oleh negara, terutama para ASN.

Bagaimana tidak tahun ini pemerintah memberikan kebijakan full proteksi bahagia. Sudah gaji  yang diterima di atas rata-rata, dapat THR, dan masih ditambah gaji ke-13 pula. Bahkan konon  banyak instansi yang ramai-ramai memberikan tambahan THR di luar yang diberikan tadi. Jumlahnya tentu tidak sedikit. Makin bahagia kan jadinya? Tidak hanya keluarga, tetangga pun pasti bisa ikut kecipratan bahagia.

Tapi malang bagi Sarwono dan pekerja-pekerja lain di sektor nonformal, guru swasta pinggiran, pekerja pabrik gurem, buruh  tani, nelayan, dan sebagian masyarakat yang tidak beruntung memiliki penghasilan tetap . Lebaran bagi mereka adalah momen menahan tangis batin, memikirkan nasib diri dan keluarga yang jalan ditempat: tidak menebtu. Kepada siapa lagi mereka  akan mengadu. Takmungkin lagi berharap pada negara. Karena negara telah kehilangan kesetiakawanan sosialnya. Negara takmungkin memikirkan nasib mereka. Bagi negara,  yang wajib disejahterakan pada momen lebaran ini adalah orang-orang yang ada di dalam catatan buku besarnya.  Selain itu, nafsi-nafsi.  Hmm.  

Selamat Idul Fitri 1439 H, Mohon Maaf Lahir Batin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline