Setelah menikmati hijaunya Bukit Lendonggara, eksotiknya Pantai Mananga Aba, dan sunyinya Pantai Watu Malandong kami bergegas menuju Pantai Tanjung Radar atau biasa disebut Tanjung Maria. Letaknya tidak jauh dari Pantai Watu Malandong, hanya beberapa menit saja berkendara. Anda harus hati-hati menuju spot ini karena jalannya belum beraspal dan sangat licin di musim hujan.
Pantai Tanjung Radar sejatinya termasuk kawasan terbatas, karena wilayah ini berada di bawah kendali TNI AU. Tetapi asal bawa guide lokal amanlah. Kita harus menuruni jalan setapak terlebih dahulu untuk menikmati pemandangan eksotik dari atas tanjung.
Sungguh benar adanya, Tuhan mencipta bumi Indonesia dengan tersenyum. Begitu sampai di ujung tanjung, kita akan disuguhi keindahan alam yang memesona. Begitu mata menoleh ke kanan nun jauh di sana terlihat Pantai Bawana nan cantik jelita. Tebing-tebing karang kecoklatan berpadu dengan hamparan pasir putih dan birunya air laut. Sungguh indah dipandang mata.
Saat mata menoleh ke kiri, jauh di ujung sana terlihat keindahan Pantai Watu Malandong yang baru saja kami kunjungi. Sejauh mata memandang hanya keindahan dan keindahan yang terlihat. Rasanya ingin berlama-lama duduk dan tinggal di sini.
Kampung Adat Ratenggaro
Di Sumba Barat Daya banyak kampung adat yang bisa dikunjungi, seperti Kampung Adat Wee Leo, Palua Wara Koba, Rangga Baki, Mehang Mata dan masih banyak lagi. Saya hanya sempat berkunjung ke Kampung Adat Ratenggaro.
Kampung Adat Ratenggaro terletak di Desa Umbu Ngedo, Kecamatan Kodi Bangedo, sekira 40 km barat daya Kota Tambolaka. Normalnya bisa ditempuh sekira 1,5-2 jam perjalanan. Takusah khawatir macet, ruas jalan menuju ke sana lebar dan beraspal baik. Jalanan juga sepi, takbanyak lalu lalang kendaraan.
Kampung Adat Ratenggaro sejatinya adalah sekumpulan rumah adat yang didiami oleh para penduduk lokal. Hendrik salah seorang pemuda Kampung Adat Ratenggaro mengatakan nama desa Ratenggaro berasal dari dua kata yakni Rate yang berarti kubur dan kata Goura yang beratri nama suku. Daerah ini dulunya menurut Hendrik merupakan kuburan suku Goura. Makanya banyak dijumpai kuburan kuno di sepanjang jalan menuju perkampungan. Bahkan Hendrik memiliki keyakinan bahwa Ratenggaro adalah asal muasal orang-orang Sumba.
Untuk lebih meyakinkan hipotesisnya, ia mengajak kami melihat sebuah kuburan di tepi Pantai Ratenggaro. Kuburan tersebut berupa batu besar yang kata Hendrik menyerupai Pulau Sumba. Kuburan inilah yang disebut Hendrik sebagai kuburan Raja Pertama Sumba yang merupakan cikal bakal kerajaan dan orang-orang Sumba berasal.
Uniknya rumah adat di Kampung Ratenggaro-dan juga di daerah Sumba lainnya-bentuknya mirip seperti rumah joglo di Jawa Tengah. Bedanya, atapnya (uma) lebih tinggi, bisa sampai 15 meter, bergantung status sosialnya. Konon ada yang menyebut asal nenek moyang orang Jawa berasal dari Sumba, atau sebaliknya.
Kampung adat ini tidak begitu luas. Hanya ada sekitar sepuluh rumah. Namun di sini Anda justru bisa memuaskan hasrat fotografi Anda. Banyak spot menarik yang bisa dijadikan objek. Mulai dari arsitektur bangunan rumah, keindahan pantai, juga human interes. Yang perlu diingat, hati-hati dengan harga, baik jasa maupun pembelian barang. Lebih baik diselesaikan dulu di muka, daripada rame dibelakang. Seperti kebanyakan tempat wisat baru-belum semua warga sadar wisata. Jadi