Wajah Aisy Jumarti tampak tenang penuh konsentrasi. Telinganya mendengarkan dengan saksama pertanyaan-pertanyaan deras yang meluncur bak busur panah dari dewan hakim. Bukan main-main, dewan hakim yang mengujinya adalah KH. Malik Madani, ulama besar asal Madura yang juga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Wawasan, pengetahuannya, dan keilmuannya tentang tafsir tidak diragukan lagi.
Namun santri Ponpes Al Ittifaqiyah, Ogan Ilir Sumatera Selatan itu dapat menjelaskan dengan sasksama, runtut, dan detail pertanyaan-pertanyaan isi kitab Al-Itqn F Ulm al-Qur'n, karya Jall ad-Dn asSuythiy itu. Taksedikitpun ia terlihat minder atau grogi melihat nama besar para dewan hakim.
Aisy adalah satu dari ribuan santri yang baru saja mengikuti kegiatan Musabaqoh Qiraatil Kutub (MQK) ke VI di Pondok Pesantren Raudhatul Mubtadiin, Balekambang Jepara. Kegiatan rutin tiga tahunan yang berlangsung mulai 29 November sampai 7 Desember tersebut digelar oleh Direktorat Dinniyah dan Pondok Pesantren Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama RI. Kompasiana membawa 20 kompasianer untuk mendokumentasikan kegiatan yang dibuka Menteri Agama RI Lukman Hakim Syaifudin pada Kamis (29/11) tersebut. Dan saya termasuk yang beruntung ikut dalam rombongan tersebut.
Perjalanan MQK
MQK Tingkat Nasional VI tahun 2017 merupakan kelanjutan dari kegiatan dua tahunan yang pernah dilakukan sebelumnya. MQK pertama kali diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Falah Bandung Jawa Barat tahun 2004. MQK kedua dilangsungkan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur tahun 2006. Kemudian MQK ketiga dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Falah Banjar Baru Kalimantan Selatan tahun 2008.
Tahun 2011 MQK kemudian beralih menjadi kegiatan tiga tahunan dengan nama Musabaqah Fahmi Kutubit Turats (MUFAKaT) di Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor, Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penyelenggaraan kelima pada tahun 2014 kembali ke nomenklatur Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) tiga tahunan di Pondok Pesantren As'ad Olak Kemang Kota Jambi Provinsi Jambi.
Humas Dirjen Pendis Kemenag RI Muhtadin mengatakan tujuan diselenggarakannya MQK yakni sebagai ajang lomba/musabaqah kemampuan santri pondok pesantren dalam membaca, memahami, dan mengungkapkan kandungan kitab kuning secara komprehensif.
Selain itu juga untuk memotivasi dan meningkatkan kemampuan santri dalam melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam bersumber kitab kuning sebagai bagian dari proses kaderisasi ulama dan tokoh masyarakat di masa depan. Yang lebih penting lagi yakni terjalinnya silaturahmi antar pondok pesantren seluruh Indonesia dalam rangka terwujudnya persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih lanjut Muhtadin mengatakan bahwa kegiatan MQK yang berlangsung delapan hari tersebut tidak hanya lomba membaca dan memahami kitab kuning saja, namun banyak sekali rangkaian kegiatan yang ada di dalamnya.
"Jenis kegiatan yang diselenggarakan dalam event MQK ini secara garis besar terbagi ke dalam dua kegiatan besar. Pertama kegiatan inti, yakni kegiatan lomba. Ada lomba membaca, menerjemahkan, dan memahami kitab kuning. Kemudian ada lomba debat Bahasa Arab dan Inggris, serta eksibisi pertunjukkan atraktif tentang nazham kitab populer di pondok pesantren. Kedua yakni kegiatan penunjang, yakni kegiatan yang tidak dilombakan. Tujuannya untuk menambah semarak dan hidupnya kegiatan MQK seperti acara Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren, Sarasehan dan Musyawarah MQK, Bazar dan Pameran Produk Pondok Pesantren, Diskusi Kepesantrenan dan Kitab Kuning, dan Pentas Seni" kata Muhtadin.
Kitab Kuning sebagai Rujukan