[caption caption="Rubrik Piye Jal, Suara Merdeka Hari Ini, Rabu (23/3)"][/caption]AKU mau jual ginjal, siapa yang mau silakan hubungi nomor saya (089697501xxx)
Pesan pendek dari seseorang tersebut terpampang jelas dan dimuat oleh redaksi koran Suara Merdeka (SM) di rubrik PIYE JAL hari ini Rabu Pon (23/3). Kolom Piye Jal menarik banyak pihak, kerena menurut survei memiliki rating yang cukup tinggi dibandingkan dengan rubrik lainnya.
Rubrik ini berisi unek-unek warga terkait pelayanan publik atau berbagai persoalan yang dialami di sekitarnya. Mulai dari persoalan sederhana macam lampu penerangan jalan yang mati, air PDAM yang keruh, pelayanan Puskesmas yang buruk, jalan berlobang, sampai persoalan dugaan penyelewengan anggaran oleh oknum pejabat negara bisa dikemukanan dengan bebas di rubrik ini. Termasuk ide menjual ginjalpun masuk ke rubrik ini. Cukup kirim sms ke nomor yang terteran di koran, menggunakan bahasa yang santun, tidak memfinah, dan dapat dipertanggung jawabkan-begitu pesan redaksi.
Nyatanya memang rubrik ini juga populer di hati para pembaca, juga kalangan pemangku kebijakan publik. Di Semarang, bahkan ada salah seorang kepala SKPD Kota Semarang wanti-wanti kepada bawahannya untuk hati-hati dalam membuat kebijakan. Jangan sampai nanti masuk dalam rubric PIYE JAL, "Ngisin-ngisini", pesannya tegas.
Kembali ke si penjual ginjal. Iseng kemudian saya mencoba menghubungi nomor telepon yang dicantumkan. Sebagai itikad baik, saya belikan pulsa untuknya agar nyaman dalam berkomunikasi selanjutnya.
Dalam percakapan via sms dia mengaku warga Purwodadi, Grobogan. Daerah ini berjarak sekitar 50 km sebelah timur Kota Semarang. Pengakuannya bisa jadi benar, karena Kabupaten Grobogan juga termasuk daerah tergategori merah alias daerah minus. Alamnya tidak begitu subur, banyak lahan yang tandus sehingga budidaya pertanian tidak berkembang bagus. Di beberapa titik masyarakatnya juga masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Lantas untuk apa ia menjual ginjalnya?
Saya butuh ongkos Mas? Jawabnya singkat
Ongkos untuk apa, kalau boleh tahu? Saya menyelidik
Tidak ada jawaban. Tidak ada respon lagi. Saya telpon juga tidak menyahut. Mungkin ponselnya dimatikan. Mungkin dia berpikir saya bukan pembeli potensial. Hanya tanya-tanya saja. Tak serius dan tak ada gunanya menjawab pertanyaan saya selanjutnya.
Saya hanya tidak habis pikir, masih saja ada orang yang berpikir untuk menjual organ tubuhnya karena motif ekonomi. Alasan apapun mestinya tidak dibenarkan melakukan tindakan bodoh ini. Hukum juga sudah mengatur dengan ketat terhadap praktik jual beli organ ini. Tetapi masih ada yang nekad.
Media juga tidak melakukan control semestinya. Seharusnya "iklan gratis" seperti ini tidak perlu ditayangkan, harus disensor. Walaupun kita mfumah, proses pemilihan topiknya tidak mudah. Biasanya dari ribuan keluhan, aduan masyarakat yang masuk di rubrik PIYE JAL, redaksi takmungkin membacanya satu per satu. Redaksi biasanya akan memilih secara acak dan disesuaikan jumlah kolom yang tersedia. Tetapi bukan berarti kontennya lolos begitu saja khan?